Arya Tangkas Kori Agung

Om AWIGHNAMASTU NAMOSIDDHAM, Terlebih dahulu, kami haturkan pangaksama mohon maaf sebesar - besarnya ke hadapan Ida Hyang Parama Kawi - Tuhan Yang Maha Esa serta Batara - Batari junjungan dan leluhur semuanya. Agar supaya, tatkala menceriterakan keberadaan para leluhur yang telah pulang ke Nirwana, kami terlepas dari kutuk dan neraka.

 
Refrensi Pasek Tangkas
Untuk menambah Referensi tentang Arya Tangkas Kori Agung, Silsilah Pasek Tangkas, Babad Pasek Tangkas, Perthi Sentana Pasek Tangkas, Wangsa Pasek Tangkas, Soroh Pasek Tangkas, Pedharman Pasek Tangkas, Keluarga Pasek Tangkas, Cerita Pasek Tangkas. Saya mengharapkan sumbangsih saudara pengunjung untuk bisa berbagi mengenai informasi apapun yang berkaitan dengan Arya Tangkas Kori Agung seperti Kegiatan yang dilaksanakan oleh Keluarga Arya Tangkas Kori Agung, Pura Pedharman Arya Tangkas Kori Agung, Pura Paibon atau Sanggah Gede Keluarga Arya Tangkas Kori Agung, Keluarga Arya Tangkas Kori Agung dimanapun Berada Termasuk di Bali - Indonesia - Belahan Dunia Lainnya, sehingga kita sama - sama bisa berbagi, bisa berkenalan, maupun mengetahui lebih banyak tentang Arya Tangkas Kori Agung. Media ini dibuat bukan untuk mengkotak - kotakkan soroh atau sejenisnya tetapi murni hanya untuk mempermudah mencari Refrensi Arya Tangkas Kori Agung.
Dana Punia
Dana Punia Untuk Pura Pengayengan Tangkas di Karang Medain Lombok - Nusa Tenggara Barat


Punia Masuk Hari ini :

==================

Jumlah Punia hari ini Rp.

Jumlah Punia sebelumnya Rp.

==================

Jumlah Punia seluruhnya RP.

Bagi Umat Sedharma maupun Semetonan Prethisentana yang ingin beryadya silahkan menghubungi Ketua Panitia Karya. Semoga niat baik Umat Sedharma mendapatkan Waranugraha dari Ida Sanghyang Widhi – Tuhan Yang Maha Esa.

Rekening Dana Punia
Bank BNI Cab Mataram
No. Rekening. : 0123672349
Atas Nama : I Komang Rupadha (Panitia Karya)
Pura Lempuyang
Pura Lempuyang Luhur terletak di puncak Bukit Bisbis atau Gunung Lempuyang, ... Pura Lempuyang itu merupakan stana Hyang Gni Jaya atau Dewa Iswara.
Berbakti
Janji bagi yang Berbakti kepada Leluhur BERBAKTI kepada leluhur dalam rangka berbakti kepada Tuhan sangat dianjurkan dalam kehidupan beragama Hindu. Dalam Mantra Rgveda X.15 1 s.d. 12 dijelaskan tentang pemujaan leluhur untuk memperkuat pemujaan kepada Tuhan. Dalam Bhagawad Gita diajarkan kalau hanya berbakti pada bhuta akan sampai pada bhuta. Jika hanya kepada leluhur akan sampai pada leluhur, kalau berbakti kepada Dewa akan sampai pada Dewa.
Mantram Berbakti
Berbakti kepada Leluhur Abhivaadanasiilasya nityam vrdhopasevinah, Catvaari tasya vardhante kiirtiraayuryaso balam. (Sarasamuscaya 250) Maksudnya: Pahala bagi yang berbakti kepada leluhur ada empat yaitu: kirti, ayusa, bala, dan yasa. Kirti adalah kemasyuran, ayusa artinya umur panjang, bala artinya kekuatan hidup, dan yasa artinya berbuat jasa dalam kehidupan. Hal itu akan makin sempurna sebagai pahala berbakti pada leluhur.
Ongkara
"Ongkara", Panggilan Tuhan yang Pertama Penempatan bangunan suci di kiri-kanan Kori Agung atau Candi Kurung di Pura Penataran Agung Besakih memiliki arti yang mahapenting dan utama dalam sistem pemujaan Hindu di Besakih. Karena dalam konsep Siwa Paksa, Tuhan dipuja dalam sebutan Parama Siwa, Sada Siwa dan Siwa sebagai jiwa agung alam semesta. Sebutan itu pun bersumber dari Omkara Mantra. Apa dan seperti apa filosofi upacara dan bentuk bangunan di pura itu?
Gayatri Mantram
Gayatri Mantram Stuta maya varada vedamata pracodayantam pavamani dvijanam. Ayuh pranam prajam pasum kirtim dravinan brahmawarcasam Mahyam dattwa vrajata brahmalokam. Gayatri mantram yang diakhiri dengan kata pracodayat, adalah ibunya dari empat veda (Rgveda, Yayurveda, Samaveda, Atharwaveda) dan yang mensucikan semua dosa para dvija. Oleha karena itu saya selalu mengucapkan dan memuja mantram tersebut. Gayatri mantram ini memberikan umur panjang, prana dan keturunan yang baik, pelindung binatang, pemberi kemasyuran, pemberi kekayaan, dan memberi cahaya yang sempurna. Oh Tuhan berikanlah jalan moksa padaku.
Dotlahpis property
Image and video hosting by TinyPic
Ramalan Ida Pedanda Istri Mas
Minggu, 30 Desember 2007
MAHATAPINI Ida Pedanda Istri Mas, 107, memberikan isyarat mengejutkan: Gumi Bali diramal akan diterjang air laut. Bahkan, berdasarkan petunjuk niskala yang diterima arsitek bebantenan sepuh asal Karangasem ini, ancaman Bali tenggelam itu bisa muncul di tahun 2008.

Namun, Ida Pedanda dari Griya Dauh, Desa Budakeling, Kecamatan Bebandem, Karangasem ini tak bisa memastikan kapan tanggal pastinya. "Buin jebos, yeh pasihe lakar menek, gumi baline kelem (Sebentar lagi air laut akan naik, Pulau Bali bisa tenggelam," tutur pedanda Budha tertua di Bali ini, berulangkali kepada NusaBali, di sela-sela menata aneka jaja banten jelang Karya Tabuh Gentuh di Desa Adat Bugbug, Kecamatan Karangasem, Minggu (9/12). Menurut Ida Pedanda, Pulau Bali sejak dulu sejatinya termasuk kawasan di Indonesia yang rawan bencana dari laut. Tapi, selama ini Bali selalu terhindar dari bencana, karena kuatnya tatanan umat sedharma, ditambah rutinitasnya menggelar upacara untuk meredam bencana seperti nangluk mrana, tabuh gentuh, dan mulang pakelem. Hanya saja, kata Ida Pedanda, ancaman bencana itu semakin besar dan sulit dihindari. "Buka cara pejalan jukunge, yeh pasihe terus muntang-manting. Keto masih Gumi Baline, terus kene gegodan sengkala (Ibarat jukung berjalan, terus dipontang-panting air laut. Begitu juga Gumi Bali, terus kena godaan bencana)," ujar sulinggih kelahiran tahun 1901 yang ketika masih walaka bernama Ida Ayu Made Rai ini. Kendati serentetan upacara terus dilaksanakan, menurut wiku tapini yang bergelar Abrasinuhun yang didiksa (dinobatkan) pada Buda Wage Ukir, 6 April 1949 ini, bencana besar dari laut tetap saja menghantui daratan Bali. Hal itu perlu diwaspadai bersama. "Caranne, aluh pesan. Umat di sajebag jagat Bali patut ngelaksanayang banten pakelem ka segara, marupa tipat kelanan. Ento anggon upacara nunas urip tekan Ida Batara baruna (Caranya gampang saja. Umat di seluruh Bali wajib melaksanakan banten pakelem ke laut, berupa tipat kelan. Itu dipakai upacara mohon keselamatan di hadapan Ida Batara Baruna)," jelas istri dari Ida Pedanda Gde Wayan Alit ini. Rangkaian upacara lainnya juga mesti dilaksanakan. Menurut Ida Pedanda, upacara yang juga wajib digelar umat sedharma adalah ngaturang banten pageh tuuh di Pura Dalem masing-masing desa adat. Tujuannya, memohon karahayuan (keselamatan) panjang umur. Yang tak kalah pentingnya, kata dia, pedanda di seluruh Bali turut memikirkan teknis upacara yang dilaksanakan guna menyelamatkan jagat Bali. "Pedanda sajebag Bali patut ngenehin, liu jani suba pawikan. Yen tiang dogen ngenehin, tuah sing mrasidayang, awak suba lingsir. (Pedanda di seluruh Bali wajib memikirkan, banyak sekarang pintar-pintar. Kalau saya sendiri memikirkan, tentu saja tidak mampu, saya sudah sepuh)," tuturnya. Ramalan soal bencana Bali tenggelam ini dilontarkan Ida Pedanda Istri Mas, berdasarkan petunjuk niskala yang diterimanya. Ramalan Ida Pedanda tentunya tidak mengada-ada. Dari kajian ilmiah yang dilakukan berbagai pihak, permukaan air laut, termasuk perairan Bali, memang terus naik akibat pemanasan global. Dan, isyarat dari Ida Pedanda Istri ini sedikit mengejutkan. Sebab, inilah untuk kali pertama Ida Pedanda Istri mengeluarkan isyarat yang nadanya sangat mencemaskan. Selama ini, Ida Pedanda nyaris tak pernah meluncurkan isyarat bernada keprihatinan. Ida Pedanda Istri Mas sendiri merupakan wiku tapini (sulinggih khusus bebantenan) teruta di Bali yang masih aktif hingga kini. Dia tercatat sudah selama 58 tahun menapak jalan ke-wiku-an, sejak didiksa oleh guru nabe Ida Pedanda Ketut Kerta, dari Griya Panji, Desa Budakeling pada 6 April 1949 silam. Di usianya yang sudah menginjak 107 tahun, Ida Pedanda Istri Mas masih tetap bersemangat dan tegar dalam membina dan membimbing para sisya (pangayah)-nya. Sulinggih sepuh ini juga begitu suntuk membangun candi-candi banten, baik di wilayah Bali maupun luar Bali, mulai yang berskala kecil (nista), menengah (madya), hingga besar (utama). Pendeta Budha ini ikut berperan sebagai wiku tapini saat upacara besar Karya Eka Dasa Rudra Pura Besakih tahun 1963 dan 1979, Karya Agung Tri Bhuana Pura Besakih (1983), Karya Agung Eka Bhuana Pura Besakih (1989), Karya Agung Panca Bali Krama Pura Besakih (1983 dan 1999). Selaku wiku tapini, Ida Pedanda Istri Mas berperan sebagai penentu kelancaran dan keberhasilan pelaksanaan yadnya, berlandaskan sastra-sastra agama membangun dunia (bhuana) yang jagadhita bersama-sama dengan pedanda lanang yang bertugas sebagai yajamana dan pangrajeg karya. Ketiga pemeran yakni wiku tapini, yajamana, dan pangrajeg karya inilah yang lazim disebut Tri Manggalaning Yajnya.

wayan nantra


posted by I Made Artawan @ 20.25   0 comments
Ramalan Mama Lauren
Ramalan Mama Lauren TAHUN 2008, bencana alam berskala kecil, sedang, dan besar masih terus berlanjut. Beberapa gunung berapi yang masih aktif akan meletus, lumpur panas Lapindo akan menenggelamkan daerah Porong dan sekitarnya yang terancam dengan munculnya danau lumpur. Demikian ditegaskan Mama Lauren terkait ramalannya di tahun tikus mendatang.

Awal tahun 2008, bencana banjir di musim penghujan masih berlangsung di mana-mana, terutama di Jakarta, Bali, Jawa Timur dan Sumatera. Di musim kemarau yang jatuh pada medio tahun 2008, akan terjadi bencana kebakaran hutan di Indonesia bagian barat dan utara. Juga, bencana alam berupa tanah longsor dan angin ribut terjadi di semua daerah yang sudah dirasakan akhir tahun 2007. Kondisi ini harus menjadi perhatian penuh bagi alat transportasi darat, laut dan udara. Terlebih lagi, bakal ada kecelakaan kereta api, kapal laut dan lalu lintas yang menunjukkan peningkatan di tahun 2008.

Kata Mama Lauren, yang lebih mengkhawatirkan akan terjadi tabrakan pesawat terbang di udara, di mana pesawat tersebut bukan pesawat komersial. ''Kecelakaan itu terjadi sekitar bulan Oktober 2008,'' ramal Mama Lauren.

Selain itu, bencana lainnya seperti gempa bumi akibat pergeseran lempeng bumi dan aktivitas gunung berapi yang masih aktif, terutama barisan gunung berapi di posisi Cincin Api yang berhubungan dengan aliran dasar bawah. Patahan lempeng bumi akibat gempa terjadi akan menyebabkan gempa-gempa kecil. Kondisi ini mengakibatkan air laut naik, sehingga ada beberapa pulau yang tergenang air laut, bahkan nyaris tenggelam.

Tokoh Meninggal

Di dunia politik, Mama Lauren menyambut positif akan makin banyak kaum perempuan mencalonkan diri sebagai presiden. Namun, di medio tahun 2008, kita akan kehilangan seorang tokoh dan negarawan besar (laki-laki) yang akan meninggal di mana tokoh tersebut sangat disegani dan ditakuti sekaligus terus-menerus dicerca dan dicaci maki -- baik kawan maupun lawannya.

Beberapa peraturan baru akan dikeluarkan dan menimbulkan kontroversi pro dan kontra, namun tidak sampai menimbulkan korban. Jelang Pemilu 2009, peraturan-peraturan baru menyangkut pemilu presiden bakal menjadi perdebatan ramai di DPR. Akhir 2008, bakal mencuat demo besar-besaran menyangkut buruh yang di-PHK.

Di dunia ekonomi, pertumbuhan dan perputaran roda perekonomian Indonesia, baik mikro maupun makro, masih berjalan sangat lamban. Pelaku ekonomi yang bergerak di sektor riil, baik pengusaha kecil maupun menengah, masih kesulitan untuk mengembangkan usahanya. Para pengusaha bidang perkayuan, batu bara dan ikan laut banyak menghadapi kendala. Pembangunan properti, terutama apartemen bakal mengalami stagnasi.

Kondisi ini menyebabkan jumlah pengangguran makin bertambah. Serangan hama tikus yang akan merusak sawah dan ladang harus benar-benar diantisipasi sejak sekarang. Kalau ini tidak diperhatikan, bakal terjadi gagal panen yang sangat merugikan para petani.

Yang menggembirakan, bisnis otomotif dan ekspor yang penjualannya relatif lancar. Khusus bidang pertanian, Mama Lauren memprediksi bakal ada monopoli bawang putih. Secara keseluruhan, kondisi perekonomian Indonesia boleh dikatakan belum mencapai hasil yang membanggakan.

Di dunia hukum, akan banyak koruptor dan beberapa pejabat seperti mantan gubernur dan bupati diadili dan dihukum. Khusus di dunia kesehatan, ia meramalkan, akan ditemukan obat kanker dan HIV/AIDS yang merupakan hasil temuan anak bangsa. Dan yang perlu diperhatikan, akan muncul penyakit hewan misterius yang belum diketahui penyebab dan obatnya. Selain itu, terjadi peningkatan penyakit pernapasan dan tifus yang ditularkan oleh tikus.

Di dunia hiburan, akan banyak bermunculan pendatang baru yang mau dibayar murah, sehingga bisa menggusur seniornya. Film, musik dan televisi masih merupakan ladang yang menguntungkan bagi para artis. Film bertopik komedi seks makin menjamur dan ramai dibuat oleh para sineas dan produser.

Dukacita Artis

Kabar dukacita juga menimpa dunia artis. Akan ada tiga selebriti meninggal dunia, seorang pria kemungkinan personel band meninggal akibat kecelakaan atau overdosis. Sedangkan yang dua orang penyanyi wanita dan aktris pemain sinetron yang meninggal karena sakit. Kehidupan malam, narkoba, perselingkuhan dan kawin-cerai masih mewarnai para artis dan selebriti.

Mama Lauren menampik bahwa ramalannya seratus persen benar dan merupakan harga mati, meski ramalannya banyak yang tepat. ''Semua yang saya lihat dengan mata batin hanya gambaran untuk peringatan saja. Semuanya bergantung pada manusianya. Kalau mereka mawas diri, berhati-hati dan rajin berdoa pada Sang Pencipta, ramalan saya bisa meleset,'' katanya. * ipik


posted by I Made Artawan @ 20.07   0 comments
Pura Penataran Agung Gunung Rata
Jumat, 28 Desember 2007
Piodalan di Pura Penataran Agung Gunung Rata jatuh pada tiap - tiap Wraspati Pon Wuku Wariga dua hari setelah piodalan di Pura Penataran Bukit Barong yang terletak di Banjar Sari Merta Desa Getakan yang jatuh pada hari Anggara Umanis Wuku Wariga. Di sebuah desa, persisnya di Banjar Gunung Rata Desa Getakan Kecamatan Banjarangkan Kabupaten Klungkung - Bali, ada sebuah pura yang yang bernama Pura Penataran Agung Gunung Rata nama tempat suci itu. Berada sekitar 48 kilometer sebelah timur kota Denpasar. Pura ini selalu dipadati pemedek untuk memohon keselamatan, kesejahteraan, kerahayuan, dan ketenangan. Sumber-sumber informasi tentang sejarah pura itu sangat minim.
posted by I Made Artawan @ 23.25   0 comments
Om
Jumat, 21 Desember 2007
UMAT Hindu di Indonesia, kalau saling berjumpa dengan sesamanya, umumnya mengucapkan ''Om Swastyastu''. Salam umat ini sekarang telah menjadi salam resmi dalam sidang-sidang Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di Jakarta.

Selanjutnya perlu kita pahami bersama makna apa yang berada di balik ucapan ''Om Swastyastu'' tersebut. Umat Hindu di India umumnya mengucapkan ''Namaastu'' kalau bertemu dengan sesamanya. Bahkan, ucapan itu dilakukan secara umum oleh masyarakat India. Para pandita maupun pinandita dalam memanjatkan pujastawa sering kita dengar menutup pujastawanya dengan ''Om naamo namah''. Inti semua ucapan itu pada kata naama, yang dalam bahasa Sansekerta artinya menghormat. Dalam bahasa Jawa Kuno disebut dengan sembah.

Kata sembah dalam bahasa Jawa Kuno memiliki lima arti. Sembah berarti menghormati, menyayangi, memohon, menyerahkan diri dan menyatukan diri. Karena itu, umat Hindu di Bali mengenal adanya Panca Sembah yang diuraikan dalam lontar Panca Sembah. Dalam tradisi Hindu di Bali ada sembah ke bhuta, ke manusa, ke pitra, ke dewa dan Hyang Widhi.

Kalau menyembah bhuta atau alam semesta tangan dicakupkan di pusar. Sembah seperti itu berarti untuk mencurahkan kasih sayang kita pada alam untuk menjaga kelestariannya. Menyembah sesama atau pitra, mencakupkan tangan di dada. Sembah seperti itu adalah untuk menghormati sesama manusia. Menyembah dewa tangan dicakupkan di selaning lelata yaitu di antara kening di atas mata. Hanya menyembah Tuhanlah tangan dikatupkan dengan sikap anjali di atas ubun-ubun. Ini artinya hanya menyembah Tuhanlah kita serahkan diri secara bulat dan satukan diri sepenuh hati.

Salam ''Om Swastyastu'' yang ditampilkan dalam bahasa Sansekerta dipadukan dari tiga kata yaitu: Om, swasti dan astu. Istilah Om ini merupakan istilah sakral sebagai sebutan atau seruan pada Tuhan Yang Mahaesa. Om adalah seruan yang tertua kepada Tuhan dalam Hindu. Setelah zaman Puranalah Tuhan Yang Mahaesa itu diseru dengan ribuan nama. Kata Om sebagai seruan suci kepada Tuhan yang memiliki tiga fungsi kemahakuasaan Tuhan. Tiga fungsi itu adalah, mencipta, memelihara dan mengakhiri segala ciptaan-Nya di alam ini. Mengucapkan Om itu artinya seruan untuk memanjatkan doa atau puja dan puji pada Tuhan.

Dalam Bhagawad Gita kata Om ini dinyatakan sebagai simbol untuk memanjatkan doa pada Tuhan. Karena itu mengucapkan Om dengan sepenuh hati berarti kita memanjatkan doa pada Tuhan yang artinya ''ya Tuhan''.

Setelah mengucapkan Om dilanjutkan dengan kata ''swasti''. Dalam bahasa Sansekerta kata swasti artinya selamat atau bahagia, sejahtera. Dari kata inilah muncul istilah swastika, simbol agama Hindu yang universal. Kata swastika itu bermakna sebagai keadaan yang bahagia atau keselamatan yang langgeng sebagai tujuan beragama Hindu. Lambang swastika itu sebagai visualisasi dari dinamika kehidupan alam semesta yang memberikan kebahagiaan yang langgeng.

Menurut ajaran Hindu alam semesta ini berproses dalam tiga tahap. Pertama, alam ini dalam keadaan tercipta yang disebut Srsti. Kedua, dalam keadaan stabil menjadi tempat dan sumber kehidupan yang membahagiakan. Keadaan alam yang dinamikanya stabil memberikan kebahagiaan itulah yang disebut ''swastika''. Dalam istilah swastika itu sudah tersirat suatu konsep bahwa dinamika alam yang stabil itulah sebagai dinamika yang dapat memberikan kehidupan yang bahagia dan langgeng. Dinamika alam yang stabil adalah dinamika yang sesuai dengan hak asasinya masing-masing. Ketiga, adalah alam ini akan kembali pada Sang Pencipta. Keadaan itulah yang disebut alam ini akan pralaya atau dalam istilah lain disebut kiamat.

Kata ''astu'' sebagai penutup ucapan Swastyastu itu berarti semoga. Dengan demikian Om Swastyastu berarti: ''Ya Tuhan semoga kami selamat''. Tentu, tidak ada manusia yang hidup di dunia ini tidak mendambakan keselamatan atau kerahayuan di bumi ini.

Jadi, salam ''Om Swastyastu'' itu, meskipun ia terkemas dalam bahasa Sansekerta bahasa pengantar kitab suci Veda, makna yang terkandung di dalamnya sangatlah universal. Pada hakikatnya semua salam yang muncul dari komunitas berbagai agama memiliki arti dan makna yang universal. Yang berbeda adalah kemasan bahasanya sebagai ciri khas budayanya. Dengan Om Swastyastu itu doa dipanjatkan untuk keselamatan semua pihak tanpa kecuali.

Salam ''Om Swastyastu'' itu tidak memilih waktu. Ia dapat diucapkan pagi, siang, sore dan malam. Semoga salam ''Om Swastyastu'' bertuah untuk meraih karunia Tuhan memberikan umat manusia keselamatan.

posted by I Made Artawan @ 20.07   0 comments
Karma Pala
Selasa, 04 Desember 2007
Untuk mengukur kwalitas dunia spiritual lebih sulit dibandingkan mengukur dunia material, sebab dalam dunia material sudah pasti dan dapat diukur dengan parameter2 yang telah ditentukan.

Mengukur kekayaan seseorang dapat dibuktikan dengan jumlah rumah yang dimiliki, jumlah mobil yang dipakai, jumlah perusahaan yang dikendalikan, jumlah pajak yang dibayarkan kepada pemerintah, sehingga dapat diukur secara kwalitatif dan kwantitatif dari kekayaan yang bersangkutan. Tetapi untuk mengukur kwalitas seseorang dalam dunia spiritual sangat sulit karena tidak nyata dan sulit dibuktikan secara obyektif. Dalam konsep Weda sebagai kitab suci agama Hindu, bahwa Hindu percaya adanya Panca Srada yaitu lima keyakinan yang harus dilaksanakan oleh setiap umat hindu dalam kehidupannya. Kelima Srada yang dimaksud adalah keyakinan adanya Brahman yaitu Yang Widhi Wasa. Atman sebagai sinarnya Brahman yang bersemayan disetiap makluk hidup. Karma Pala sebagai hasil perbuatan setiap makluk, dan hukum karma merupakan hukum kausal yaitu hukum sebab akibat.

Semua makluk hidup tidak terlepas dari putaran reinkarnasi dan terakhir tujuan hidup manusia adalah menuju Moksa. Atman dalam proses reinkarnasi tidak terlepas dari Triguna yaitu tiga aspek yang membungkus Atman terdiri dari Satwan, Rajas dan Tamas. Selama Atman masih dibungkus dengan Triguna maka manusia tidak dapat mencapai Moksa, karena masih dipengaruhi oleh dunia material sehingga akan selalu mengikuti proses reinkarnasi berikutnya. Maka kwalitas Triguna akan memenuhi persyaratan Moksa dengan jalan selalu melakukan Karma sebaik baiknya yang dikenal dengan Subakarma sehingga dapat membantu mempercepat proses menuju kebebasan yaitu Moksa.

KONSEP PANCA SRADA.

Brahman sebagai pencipta alam semesta ini akan mempunyai kewajiban untuk mengatur agar kehidupan dibumi ini dapat berjalan dengan harmonis dengan menerapkan hukum RTA. Dalam mengatur alam semesta ini Brahman dibantu oleh para Dewa yang jumlahnya 33, dimana Dewa adalah sinarnya Brahman. Disamping Dewa, Atman yang merupakan sinarnya Brahman, apabila belum bergabung dengan Panca Maha Buta akan menempati salah satu loka diluar bumi ini.

Apabila Atman yang dibungkus dengan Triguna ditarik oleh dunia material maka Atman tersebut akan mengalami proses reinkarnasi ke Bumi dengan menjadi makluk, apakah berbentuk binatang maupun manusia. Selama berada di Bumi makluk tersebut akan melakukan Karma sesuai dengan tingkat penjelmaannya untuk dapat bertahan hidup dengan mengacu kepada Hukum Karma. Kwalitas karma inilah yang menentukan proses reinkarnasi berikutnya, yang membawa dampak terhadap kwalitas Triguna. Selama Atma masih dibungkus dengan Triguna, Atma akan selalu bergerak mengikuti proses reinkarnasi dengan waktu tanpa batas sampai Atma terbebas dari keterikatan Triguna maka Atma akan lepas dari proses Reinkarnasi untuk menuju Moksa yaitu kebebasan abadi.

Sebagai ilustrasi Panca Srada dapat digambarkan sebagai berikut :

KARMA PALA.

Karma Pala artinya adalah hasil perbuatan dari makluk selama mengarungi kehidupan didunia ini. Didalam konsep hukum karma dalam Panca Srada yang merupakan hukum kausal yaitu hukum sebab akibat yang mempunyai sifat2 sebagai berikut :

1. Hukum Karma bersifat abadi sudah ada sejak mulai alam semesta diciptakan dan tetap berlaku sampai alam semesta ini mengalami pralaya (kiamat).

2. Hukum Karma bersifat Universal, berlaku bukan hanya untuk manusia tetapi juga untuk makluk2 serta seluruh isi alam semesta.

3. Hukum Karma tetap sejak jaman pertama penciptaannya, zaman sekarang dan juga untuk jaman yang akan datang.

4. Hukum Karma sangat sempurna, adil dan tidak ada yang menghindarinya.

5. Hukum Karma berlaku untuk semua makluk tidak ada pengecualian terhadap siapapun.

Dalam hukum karma ada tiga jenis karma yang didasarkan atas waktu dari karma itu diterima yaitu :

1. Prarabda Karma yaitu suatu perbuatan yang dilakukan pada waktu hidup sekarang dan diterima dalam kehidupan sekarang juga.

2. Kriyamana Karma yaitu perbuatan yang dilakukan sekarang didunia ini tetapi hasilnya akan diterima setelah mati dialam baka.

3. Sancita Karma yaitu perbuatan yang dilakukan sekarang didunia ini yang hasilnya akan diterima pada kelahiran (reinkarnasi) yang akan datang didunia ini.

Pada saat janin masih dalam kandungan ibu, Atman sudah dibungkus dengan karma yang disebut dengan Karma Wasana yang merupakan hasil perbuatan yang dilakukan pada kehidupan terdahulu (Sancita Karma). Kwalitas karma wasana sangat tergantung dengan kwalitas hidup sebelum reinkarnasi apakah Subakarma (baik) atau Asubakarma (buruk).

Apakah Karma Wasana yang diterima manusia saat baru lahir merupakan Nasib?.
Apabila kita perhatikan dan amati kehidupan manusia saat ini kelihatan kurang adil, ada seseorang yang bergulat dengan kehidupan, selalu jujur dan pengabdiannya cukup tinggi tetapi kenyataan dalam hidupnya melarat.

Tetapi ada seseorang yang hidupnya santai2 saja dan kelakuannya dimasyarakat kurang baik tetapi kehidupan cukup baik, sehingga hukum karma dianggap tidak adil. Tetapi apabila kita cermati tiga jenis karma didasarkan atas waktu dari karma itu diterima akan jelas permasalahannya, bahwa karma kita saat ini belum tentu kita terima saat ini juga, mungkin hasilnya dapat diterima diloka yang lain diwaktu yang akan datang atau setelah reinkarnasi berikutnya.

Hukum karma jangan diartikan secara sempit, harus didasarkan kebenaran yaitu Dharma sesuai dengan ajaran Agama Hindu. Sebab dalam Hukum Karma adalah pasti, adil, sempurna dan tidak ada seseorang yang terhindar dari Hukum Karma, hanya proses akibat hasil yang ditimbulkan membutuhkan waktu yang tanpa batas, selama dia masih dalam lingkaran proses reinkarnasi. Untuk mengukur kwalitas karma saat ini adalah seberapa jauh manusia sudah menjalankan ajaran2 Tuhan yaitu Dharma dalam kehidupannya sehari hari yang disebut Subakarma(baik). Cara yang terbaik adalah dengan menghindari perbuatan2 Asubakarma (buruk) yang dapat menyebabkan kehancuran diri sendiri. Dengan selalu berbuat Subakarma akan dapat memperbaiki kwalitas Triguna maka dapat membantu pada kehidupan2 yang akan datang melalui proses Reinkarnasi.

MENGUKUR KWALITAS TRIGUNA.

Sebelum manusia melalui proses reinkarnasi lahir kedunia, Atma berada pada salah satu loka dibungkus dengan Triguna yaitu Satwan, Rajas dan Tamas, atman ditentukan oleh kwalitas Triguna , apakah reinkarnasi menjadi binatang atau manusia. Untuk mengukur kwalitas Triguna sangat tergantung dari kwalitas karma yang dilakukan oleh manusia selama hidup dibumi ini. Maka apabila dalam kehidupan selalu berbuat baik (Subakarma) maka baik juga kwalitas dari Triguna yang dibawa oleh atman saat meninggal.

Kalau dibuat rumus secara metemetik dapat digambarkan sebagai berikut :

TG = KW + (SK - ASK)

TG = Triguna
KW = Karma Wasana
SK = Suba Karma
ASK = Asuba karma

Maka kwalitas Triguna sangat tergantung dengan tiga faktor yaitu Karma Wasana, Suba karma dan Asuba karma.

Apabila Karma wasana mempunyai kwalitas baik dan juga dalam kehidupan selalu berbuat baik (Subakarma) maka Triguna mempunyai kwalitas yang baik sehingga persyaratan munuju moksa mendekati kenyataan.

Apabila Karma Wasana mempunyai kwalitas yang tidak baik dan dalam kehidupan selalu berbuat baik maka kwalitas Triguna lebih baik dari pada karma wasana yang lalu (Sancita karma).

Apabila karma wasana mempunyai kwalitas yang tidak baik dan dalam kehidupan juga tidak baik maka kwalitas triguna lebih jelek dari karma wasana yang lalu (Sancita Karma).

Demikian seterusnya apabila kita kombinasikan ketiga faktor tersebut sehingga kita dapat mengukur secara metemetik kwalitas dari Triguna.

Permasalahan yang timbul adalah apakah kita dapat mengukur perbuatan seseorang dengan menggunakan parameter tertentu ?. Sebab kadang2 manusia dalam melakukan penilaian selalu berpikir subyektif, sehingga agak jauh dari kebenaran.Ukuran2 tersebut adalah sebagai ilustrasi yang nilainya sangat abstrak, sebab ukuran Tuhan berbeda dengan ukuran manusia. Ukuran manusia adalah yang dapat dijangkau oleh pikiran manusia yang mempunyai kemampuan sangat terbatas lebih banyak bernuansa subyektif.

Sedangkan ukuran Tuhan adalah Kebenaran, maka dalam menjalankan kehidupan ini, kita selalu berlandaskan Kebenaran yaitu Dharma sehingga kita selalu mendapat perlindungan Yang Widi Wasa dengan harapan mendapat kesejahteraan dalam kehidupan dimasa masa yang akan datang.

PENUTUP.

Untuk meningkatkan kwalitas Triguna, maka selama hidup di Dunia kesempatan yang terbaik yang harus dilakukan adalah memperbesar nilai Subakarma dengan cara norma2 (Etika) yang ada dalam ajaran Weda dengan melakukan Yadnya (Ritual) sebanyak banyaknya. Dalam memperbesar nilai Subakarma, adalah selalu menjauhi perbuatan2 Asubakarma, dan setiap gerak kehidupan selalu berpegang kepada Dharma yaitu kebenaran.

Dengan selalu berbuat (Karma) berlandaskan Dharma, sehingga dapat membantu dalam proses kesejahteraan Dunia, serta dapat mempercepat proses pembebasan Atma dari perputaran Reinkarnasi sehingga Atma dapat menuju Moksa.

T.G. Putra
posted by I Made Artawan @ 19.33   0 comments
Penerapan Agama Hindu di Jaman Kaliyuga
Senin, 03 Desember 2007
Penerapan Agama Hindu di Jaman Kaliyuga, Jaman Kaliyuga adalah jaman dimana keadaan tidak menentu, kacau atau tidak harmonis, bingung, Pada saat yang sama penerapan ajaran agama mendapat porsi yang sangat sedikit, demikian disampaikan oleh Pedanda Gunung dalam ceramahnya di Ruang Serbaguna PT. ISM Bogasari Flour Mills.
Pada Kepustakaan Lontar Rogha Sanghara Bumi pada lampiran I B, dalam terjemahan disebutkan jaman Kaliyuga ditandai dengan peristiwa dimana para DEWA meninggalkan bumi dengan digantikan oleh para BHUTA menguasai bumi ini dan pada saat itu dunia mengalami kerancuan, ketidak harmonisan, malapetaka dan arah yang tidak menentu.
Periode berlangsungnya/Kapan, berapa lama setiap jaman berlangsung? Pembagian jaman secara valid tidak diketahui batasnya dengan pasti. Yang perlu mendapat perhatian dalam kehidupan di dunia ini adalah bahwa kondisi pada pengaruh ke empat jaman terutama jaman Kali senantiasa ada, dan seberapa porsi pengaruh pada diri manusia tergantung pada perilaku manusia itu sendiri karena manusia merupakan pelaku utama terhadap keadaan harmoni maupun disharmoni-pada diri manusia terdapat sifat DEWA maupun KALA .
BHAKTI / Kasih Sayang yang Murni kepada Tuhan (SIWA). Hal ini dapat dilakukan dengan mengucapkan/mengumandangkan nama suci Tuhan antara lain dengan menyebutkan nama aksara sucinya “Om Namah Siwaya” diucapkan melalui lahir bhatin secara berulang - ulang, Rasa Bhakti ini tidak hanya dilakukan ketika berada di Pura, tetapi dapat dilaksanakan pada tempat lainnya setiap saat.
TRESNA : Sikap bersahabat dengan orang lain/Kasih Sayang.
ASIH : Bersikap Welas Asih pada semua makhiuk, hal ini dapat dilakukan dengan cara berperilaku yang baik, bahwa pada prisipwa kita tidak beda dengan yang lainnya . Hal ini ditegaskan dalam Veda yang dinyatakan dalam satu kalimat sutra yaitu ; Wasudewa Kutumbhakam : Semua mahluk berasal dari satu sumber yaitu Tuhan (Vasudeva) ; Semua mahkluk adalah saudara .
Dalam kepustakaan lontar Agastya Parwa disebutkan tiga bentuk prilaku untuk mewujudkan harmoni di jagat raya ini serta jalan menuju nirvana (sorga) antara lain :
TAPA : Melakukan pengendalain diri baik fisik maupun mental.
YAJNA : Melaksanakan Agnihotra yang utama , yaitu pemujaan kehadapan Sanghyang Siwagni (Tuhan Yang Maha Esa)
KERTHI : Melaksanakan pelayanan yang direalisasikan dalam bentuk membangun tempat pengobatan (apotik,kKlinik dan rumah sakit), membangun tempat suci/pura/candi/, tempat peristirahatan, mengeloia tanah dengan baik/bercocok tanam (bertani), mengelola air minum dan kepentingan pengairan(pancuran) dan membuat penyimpanan air, kolam, waduk, bendungan (telaga). AA. Ketut Patera,SE.
posted by I Made Artawan @ 18.45   0 comments
Reinkarnasi, Punarbhawa
Reinkarnasi, Punarbhawa tidak terbatas ruang dan waktu, karena di alam roh tidak dikenal roh Arab, India, Cina, Bali dsb. Yang ada hanyalah roh besar, yang akan mengecil ketika mengisi wadag yang kecil, seperti semut misalnya; dan ia akan menjadi besar ketika mengisi wadag, seperti gajah. Roh tidak mengenal masa lampau, masa sekarang maupun masa depan; karena roh tidak terpengaruh oleh ketiga masa itu. Pedanda menegaskan bahwa punarbhawa tidak selalu terjadi dilingkungan keluarga saja, atau berasal dari leluhur. Punarbhawa bisa terjadi dari seluruh manusia di permukaan bumi ini. Bahkan punarbhawa bisa terjadi dari mahluk-mahluk lain, selain manusia.
Roh itu ibarat sekumpulan awan yang kemudian berubah menjadi titik-titik air hujan yang kemudian jatuh, ke bumi. Ada yang jatuh di laut, ada pula yang jatuh di darat. Dan titik air haujan, baik yang jatuh di laut maupun di darat sulit dikenali lagi karena sudah bercampur dengan air laut dan tanah. Baik air hujan yang jatuh di laut maupun di darat, nanti pada akhirnya berkumpul di laut juga. Yang jatuh di laut berarti kembali ke asal, karena awan berasal dari penguapan air laut, sedangkan yang jatuh di pegunungan akan menjadi tirtha. Manusia mati ibarat uap setitik air laut (roh individual) yang karena ringan naik keangkasa dan berkumpul dengan uap air-air laut (berbagai roh), membentuk awan (roh besar), yang lalu karena berat oleh muatan beban (karma wasana masa lalu), lalu jatuh kembali (punarbhawa) ke bumi. Gambaran ini merupakan gambaran perjalanan roh melalui punarbhawa yang tiada habisnya, sampai ketika suatu saat semua beban-beban yang memberatkan sang roh hilang lenyap, maka ia tidak akan jatuh lagi, tetapi menyatu dengan Hyang Widhi menuju moksa.
Oleh karena itu dalam pustaka Sarasamuccaya disebutkan, berbahagialah hidup menjadi manusia, karena dengan perbuatan baik akan mampu memperbaiki perbuatan buruk. Dan ini akan menjadi modal untuk kehidupan nanti melalui punarbhawa. Cerita tentang pelajaran punarbhawa ini disebutkan dalam pustaka Agastya Parwa (sebuah parwa aliran Siwa), melalui percakapan antara Bhagawan Agastya dengan putranya. Dan percakapan antara sang Bhagawan dengan putranya juga menjadi pelajaran untuk kita agar selalu terjadi komunikasi antara orang tua dengan anak-anaknya.

Punarbhawa di Bali
Pembuktian punarbhawa yang gamblang dan mudah dimengerti terdapat dalam keseharian kehidupan beragama umat HIndu di Bali. Untuk bayi yang berusia 12 hari sudah saatnya dicari sang punarbhawa-nya, yang menitis pada sang bayi; untuk mencari “sapa sira sane rawuh”. Umumnya akan didapat informasi tentang seseorang yang ingin “ngidih nasi” di keluarga ini ini melalui kelahiran sang bayi. Sebuah contoh kejadian nyata di India Selatan, seorang anak perempuan bernama Shanti Devi yang mampu mengenali benda-benda yang pernah dimilikinya dalam kehidupan sebelumnya di India Utara. Ia masih mengenali tempat-tempat tertentu dengan benda-benda tertentu, serta mengenali orang yang pernah hidup bersamanya.
Di Bali, setelah seorang anak dewasa, maka orang tuanya akan melihat betapa sang anak memiliki karakter, lagak dan gaya yang sama dengan seseorang yang mereka kenal tetapi sudah meninggal. Misalnya sang anak kelakuannya mirip dengan sang kakek atau nenek yang sudah almarhum. Ini merupakan cara mudah untuk meyakini eksistensi punarbhawa sebagai salah satu sradha umat Hindu.

Hidup Saat Ini
Kehidupan saat ini ibarat menulis permohonan untuk perjalanan kehidupan yang akan datang. Kita bersyukur kalau kehidupan nanti masih bisa menggunakan badan manusia, jangan sampai memakai badan binatang. Oleh karena itu harus diingat bahwa semua indrya ini adalah pinjaman dari Hyang Widhi; termasuk tubuh ini. Sehingga kalau kita tidak mampu memelihara “barang” pinjaman ini, maka kita pasti akan diberikan badan yang lebih jelek lagi; misalnya badan binatang atau tumbuh-tumbuhan. Dengan mengingat betapa “kecilnya” manusia ini dibanding dengan ciptaan yang ada di alam semesta ini, maka hendaknya manusia selalu sadar; bahwa semua ini akan berakhir, dan kita semua akan kembali menuju-Nya; untuk mengembalikan semua barang pinjaman tadi dan sekaligus mempertanggung-jawabkannya. Punarbhawa sebagai salah satu sradha yang harus selalu diyakini oleh umat Hindu, dan dipahami juga bahwa punarbhawa kita yang sekarang ini adalah proses untuk menuju punarbhawa berikutnya yang lebih baik.(gading sewu)

posted by I Made Artawan @ 18.40   1 comments
Penyadur

Name: I Made Artawan
Home: Br. Gunung Rata, Getakan, Klungkung, Bali, Indonesia
About Me: Perthi Sentana Arya Tangkas Kori Agung
See my complete profile
Artikel Hindu
Arsip Bulanan
Situs Pendukung
Link Exchange

Powered by

Free Blogger Templates

BLOGGER

Rarisang Mapunia
© 2006 Arya Tangkas Kori Agung .All rights reserved. Pasek Tangkas