Arya Tangkas Kori Agung

Om AWIGHNAMASTU NAMOSIDDHAM, Terlebih dahulu, kami haturkan pangaksama mohon maaf sebesar - besarnya ke hadapan Ida Hyang Parama Kawi - Tuhan Yang Maha Esa serta Batara - Batari junjungan dan leluhur semuanya. Agar supaya, tatkala menceriterakan keberadaan para leluhur yang telah pulang ke Nirwana, kami terlepas dari kutuk dan neraka.

 
Refrensi Pasek Tangkas
Untuk menambah Referensi tentang Arya Tangkas Kori Agung, Silsilah Pasek Tangkas, Babad Pasek Tangkas, Perthi Sentana Pasek Tangkas, Wangsa Pasek Tangkas, Soroh Pasek Tangkas, Pedharman Pasek Tangkas, Keluarga Pasek Tangkas, Cerita Pasek Tangkas. Saya mengharapkan sumbangsih saudara pengunjung untuk bisa berbagi mengenai informasi apapun yang berkaitan dengan Arya Tangkas Kori Agung seperti Kegiatan yang dilaksanakan oleh Keluarga Arya Tangkas Kori Agung, Pura Pedharman Arya Tangkas Kori Agung, Pura Paibon atau Sanggah Gede Keluarga Arya Tangkas Kori Agung, Keluarga Arya Tangkas Kori Agung dimanapun Berada Termasuk di Bali - Indonesia - Belahan Dunia Lainnya, sehingga kita sama - sama bisa berbagi, bisa berkenalan, maupun mengetahui lebih banyak tentang Arya Tangkas Kori Agung. Media ini dibuat bukan untuk mengkotak - kotakkan soroh atau sejenisnya tetapi murni hanya untuk mempermudah mencari Refrensi Arya Tangkas Kori Agung.
Dana Punia
Dana Punia Untuk Pura Pengayengan Tangkas di Karang Medain Lombok - Nusa Tenggara Barat


Punia Masuk Hari ini :

==================

Jumlah Punia hari ini Rp.

Jumlah Punia sebelumnya Rp.

==================

Jumlah Punia seluruhnya RP.

Bagi Umat Sedharma maupun Semetonan Prethisentana yang ingin beryadya silahkan menghubungi Ketua Panitia Karya. Semoga niat baik Umat Sedharma mendapatkan Waranugraha dari Ida Sanghyang Widhi – Tuhan Yang Maha Esa.

Rekening Dana Punia
Bank BNI Cab Mataram
No. Rekening. : 0123672349
Atas Nama : I Komang Rupadha (Panitia Karya)
Pura Lempuyang
Pura Lempuyang Luhur terletak di puncak Bukit Bisbis atau Gunung Lempuyang, ... Pura Lempuyang itu merupakan stana Hyang Gni Jaya atau Dewa Iswara.
Berbakti
Janji bagi yang Berbakti kepada Leluhur BERBAKTI kepada leluhur dalam rangka berbakti kepada Tuhan sangat dianjurkan dalam kehidupan beragama Hindu. Dalam Mantra Rgveda X.15 1 s.d. 12 dijelaskan tentang pemujaan leluhur untuk memperkuat pemujaan kepada Tuhan. Dalam Bhagawad Gita diajarkan kalau hanya berbakti pada bhuta akan sampai pada bhuta. Jika hanya kepada leluhur akan sampai pada leluhur, kalau berbakti kepada Dewa akan sampai pada Dewa.
Mantram Berbakti
Berbakti kepada Leluhur Abhivaadanasiilasya nityam vrdhopasevinah, Catvaari tasya vardhante kiirtiraayuryaso balam. (Sarasamuscaya 250) Maksudnya: Pahala bagi yang berbakti kepada leluhur ada empat yaitu: kirti, ayusa, bala, dan yasa. Kirti adalah kemasyuran, ayusa artinya umur panjang, bala artinya kekuatan hidup, dan yasa artinya berbuat jasa dalam kehidupan. Hal itu akan makin sempurna sebagai pahala berbakti pada leluhur.
Ongkara
"Ongkara", Panggilan Tuhan yang Pertama Penempatan bangunan suci di kiri-kanan Kori Agung atau Candi Kurung di Pura Penataran Agung Besakih memiliki arti yang mahapenting dan utama dalam sistem pemujaan Hindu di Besakih. Karena dalam konsep Siwa Paksa, Tuhan dipuja dalam sebutan Parama Siwa, Sada Siwa dan Siwa sebagai jiwa agung alam semesta. Sebutan itu pun bersumber dari Omkara Mantra. Apa dan seperti apa filosofi upacara dan bentuk bangunan di pura itu?
Gayatri Mantram
Gayatri Mantram Stuta maya varada vedamata pracodayantam pavamani dvijanam. Ayuh pranam prajam pasum kirtim dravinan brahmawarcasam Mahyam dattwa vrajata brahmalokam. Gayatri mantram yang diakhiri dengan kata pracodayat, adalah ibunya dari empat veda (Rgveda, Yayurveda, Samaveda, Atharwaveda) dan yang mensucikan semua dosa para dvija. Oleha karena itu saya selalu mengucapkan dan memuja mantram tersebut. Gayatri mantram ini memberikan umur panjang, prana dan keturunan yang baik, pelindung binatang, pemberi kemasyuran, pemberi kekayaan, dan memberi cahaya yang sempurna. Oh Tuhan berikanlah jalan moksa padaku.
Dotlahpis property
Image and video hosting by TinyPic
Pura di Hati
Selasa, 26 Februari 2008
Membangun Pura di Hati, Dikisahkan seorang petani miskin yang bernama Pusalar hidup di India Selatan. Pusalar ingin membangun sebuah pura untuk Tuhan. Tetapi baru saja ia menggali fondasi bangunan dan mengumpulkan batu terasa ia tidak akan mampu meneruskannya karena tidak ada biaya, maka dibiarkannya galia fondasi itu begitu saja. Ia hampir putus asa. Tetapi entah dari mana pikiran cemerlangnya mendapatkan ilham bahwa ia dapat membangun pura di dalam hatinya.


Mulailah ia membangun pura itu dengan menggali dasar bangunan itu dan dikumpulkannya batu sedikit-demi sedikit. Sekalipun ia mampu membangun dengan cepat tetapi ia tidak mau, karena bangunan itu hanya di dalam hati. Ia ingin menikmati pekerjaannya yang ia persembahkan kepada Tuhan.

Setelah bekerja keras selama satu tahun akhirnya pura itu selesai. Ia merasa lega dan bahagia. Ia ingin melakukan upacara Kumba Abiseka (Ngenteg Linggih). Dimohonnnya kepada Tuhan supaya besok dalam upacara Kumba Abiseka Tuhan berkenan hadir dan ia (Pusalar) mohon maaf kepada Tuhan sebab tidak akan ada penyambutan besar-besaran dan ia tidak akan mengundang siapa pun. Sebab, takut ditertawai orang karena pura yang ia bangun ada dalam hatinya.

Suatu kebetulan atau tidak pada saat yang bersamaan Sang Maharaja juga sudah selesai membangun sebuah pura besar di alun-alun di depan istana di tengah kota. Pura ini megah dengan bahan terpilih megah dan mengagumkan. Surat undangan sudah disebar, tentu yang diundang orang-orang penting, pejabat tinggi dan juga Tuhan. Upacara Kumba Abiseka dilakukan pada hari yang sama dengan upacara yang dilakukan oleh Pusalar.

Malam, sehari sebelum upacara Maharaja bermimpi didatangi oleh Tuhan supaya mengundurkan upacaranya sehari. Sebab, besok Tuhan akan menghadiri upacara Ngenteg Linggih yang dilakukan Pusalar. Maharaja kaget, sebab semuanya sudah siap.

Paginya Maharaja mengadakan sidang istimewa, ingin tahu siapa Pusalar itu dan dari mana dia. Maka seluruh kerajaan ditelusuri. Setelah diketahui tempat Pusalar, Maharaja pun menuju tempat sang pemilik pura yang akan dihadiri oleh Tuhan. Didatangi Sang Maharaja, Pusalar kaget. Segera ia menyentuh kaki raja. Di mana puramu Pusalar? Raja bertanya. Karena takut ditertawai orang, sebab ia membangun pura di dalam hatinya, maka ia pun menyangkalnya. Maharaja menceritakan mimpinya kepada Pusalar. Mendengar cerita sang Maharaja, kini Pusalar tidak takut lagi karena Tuhan mengetahui, memberkati yang ia kerjakan. Pusalar menunjuk dadanya: Di sini Yang Mulia.

Mendengar penjelasan Pusalar, sang Raja membungkuk dan menyentuh kaki Pusalar (N.M. Marasuta, Media Hindu 4: Edisi Juli - Agustus 2003).

Menempatkan cerita di atas pada posisi yang wajar tanpa rasa apriori atau emosi dan lain-lain tentu sangat objektif untuk melihat keseharian kita dalam beragam khususnya dalam upacara agama atau membangun tempat ibadah (baca: pura).

Kedalaman beragama dan rasa bakti kepada Hyang Widhi ternyata sangat ditentukan oleh proses terwujudnya sesuatu itu. Jelasnya membangun tempat ibadah (baca: pura) hendaknya dilandasi dengan kesucian dari cara mendapatkan dana, bahan material harus dilandasi kesucian. Membangun dalam wujud fisik di bumi ini tentu penting dan yang lebih penting lagi adalah menjadikan diri ini sebagai pura (baca: rumah Tuhan) tentu juga sangat penting. Bila tidak, maka sia-sialah upacara yang kita lakukan.


Drs. I Made Putra Wijaya
Dsn./Banjar Penida, Desa Batuan
Kec. Sukawati, Gianyar

Source : Balipost
posted by I Made Artawan @ 23.46   0 comments
Karma dan Watak
Karma dan Watak

OM Svastyastu,
Kiriman : Putra Semarapura
http://www.pontianakpost.com/berita/index.asp?Berita=Hindu&id=139731

Oleh I Made Murdiasa, S.Ag
"KARMA" dapat berarti berbuat. Segala perbuatan ialah karma, dapat pula diartikan sebagai akibat dari perbuatan, yang secara batiniah dimaksudkan bahwa apa yang terjadi sekarang adalah sebab dari perbuatan-perbuatan yang lampau. Dalam falsafah timur dikemukakan bahwa pengetahuan adalah cita-cita atau tujuan hidup seseorang dan kesenangan bukanlah suatu tujuan hidup seseorang. Amatlah keliru jika kita menduga bahwa kesenangan itu adalah tujuan hidup, sebab dari sekian banyaknya kesulitan yang menimpa seseorang di dunia ini ialah karena adanya pikiran yang keliru bahwa kesenanganlah yang harus di kejar. Setiap keadaan suka dan duka, kebahagiaan dan penderitaan merupakan guru-guru bagi kita dalam upaya memperoleh suatu pengetahuan dari pengalaman, yang kemudian akan meninggalkan berbagai kesan yaitu dari baik dan buruk yang akan membentuk "karakter atau watak seseorang".

Dalam setiap kehidupan orang-orang besar, sudah pasti mereka telah menerima pelajaran-pelajaran dari kesusahan bukan dari kesenangan, dan kemiskinan memberikan pelajaran yang lebih berarti daripada kekayaan. Semua pengetahuan baik duniawi maupun rohani, ada di dalam pikiran seseorang. Dalam banyak hal pengetahuan itu tidak diketemukan karena ia tinggal tertutup, bilamana tutupan itu perlahan-lahan di buka maka kita berkata "kita mengetahui", dan kemajuan dari pada ilmu pengetahuan disebabkan oleh kemajuan dari proses pembukaan pikiran. Orang yang lapisan-lapisan pikirannya sudah tersingkap semuanya disebut orang yang sangat mengetahui (Waskita).

Perbuatan-perbuatan besar bisa terjadi karena gabungan-gabungan dari perbuatan-perbuatan kecil, bila kita berdiri di tepi laut dan mendengar gemuruh ombak-ombak yang mendampar batu-batu karang atau gulungan ombak yang besar-besar, padahal gulungan ombak itu terdiri dari jutaan ombak-ombak kecil yang masing-masing membuat suara sendiri-sendiri, hanya kita tak dapat menangkap suara itu, melainkan bila tergabung menjadi satu barulah kita mendengar suara gemuruh.

Jika kita sungguh ingin menimbang watak atau karakter seseorang, janganlah menilai hanya satu pekerjaan luar biasa yang dilakukannya, namun kita harus memperhatikan saat orang itu melakukan pekerjaan-pekerjaan kecil sehari-harinya, karena itulah yang dapat menunjukan karakter orang yang sesungguhnya. Orang yang sesungguhnya besar adalah dia yang selalu memperlihatkan sifat-sifat agung meski di tempat manapun dia berada dan karakter-karakter itu bisa kita bentuk sejak dini, karena karma yang kita lakukan sekarang ini bisa mempengaruhi karakter kita pada kehidupan mendatang.

Karakter itu sesungguhnya dapat membangkitkan atau menggerakkan kekuatan-kekuatan yang ada dalam diri seseorang, jika diikuti dengan kemauan, karena sebagaimana adanya karma, demikian pula perwujudan dari pada kemauan. Orang-orang yang memiliki kemauan besar adalah pekerja-pekerja yang hebat. Dalam Bhagawad Gita dijelaskan "hanya dengan perbuatanlah seseorang itu bisa memperoleh kesempurnaan, karena itu hendaknyalah pekerjaan itu dilakukan untuk pemeliharaan dunia". Perbuatan-perbuatan yang dilakukan itu telah ditentukan oleh karma. Tidak ada seorang pun akan memperoleh sesuatu kecuali ia memang berhak mendapatkannya, inilah suatu hukum abadi. Namun kadang-kadang kita tidak berpendapat demikian, akan tetapi pada kesimpulannya haruslah kita meyakini diri kearah hukum tersebut. Karma kita memberi ketentuan apa yang patut dan apa yang dapat kita lakukan. Kita bertanggung jawab terhadap apa yang kita laksanakan, apa yang kita inginkan, kita memiliki kemauan untuk menjadi apa yang kita harapkan itu. Jika apa adanya kita sekarang ini sebagai akibat dari penghidupan kita yang lampau, maka hal inipun akan berlaku pada apa yang kita inginkan di kemudian hari, dapat kita bentuk dan kerjakan pada waktu sekarang ini. Kita harus mampu melakukannya secara benar untuk tujuan yang lebih sempurna, karena kelahiran sebagai seseorang adalah suatu kesempatan yang sangat utama dengan diberikannya pikiran sehingga kita mampu berpikir kearah yang lebih baik untuk menolong diri kita sendiri dari kelahiran yang berulang-ulang.

Dalam Bhagawad Gita diterangkan tentang karma bahwa bekerja hendaklah memakai kecerdasan dan secara ilmiah, dengan mengerti bagaimana bekerja secara benar untuk memperoleh hasil yang terbesar. Kita harus tahu bahwa semua perbuatan atau pekerjaan hanyalah pembangkitan dari kekuatan pikiran yang sudah ada, untuk membangunkan sang jiwa.

Bekerja untuk kepentingan pekerjaan, sebagaimana diungkapkan dalam Bhagawad Gita bahwa "pekerjaan yang dilakukan tanpa mengikatkan diri pada hasil akan mencapai tujuan yang tertinggi". Jika seorang bekerja tanpa mengandung tujuan dalam arti mampu mengendalikan diri dari keinginan-keinginan untuk memperoleh sesuatu, apakah kelak ia akan mendapatkan sesuatu ? Ya. Pastilah ia akan mendapatkan sesuatu yang tertinggi. Tiada mementingkan diri adalah hasil keuntungan yang paling tinggi yang akan diperolehnya, hanya saja jarang orang yang sabar melaksanakannya. Bekerja tanpa mementingkan diri akan menghasilkan kesehatan yang besar pula. Cinta kasih, kejujuran dan tidak mementingkan diri bukan hanya khayalan dalam kata-kata yang kosong, tetapi kebajikan-kebajikan tersebut sesungguhnya membentuk cita-cita hidup kita yang luhur dan mulia, didalamnya terletak kekuatan untuk diwujudkan dalam perbuatan. Siapapun dari kita boleh mengharap, cepat atau lambat jalan perjuangan hidup kita melalui pekerjaan ini, pasti akan tiba saatnya bahwa semua dari kita akan menjadi sempurna seluruhnya dan pada saat itulah kita mencapai suatu keadaan dimana diperolehnya suatu kebahagiaan yang abadi.**
Source : HDNet
posted by I Made Artawan @ 23.32   1 comments
Bersyukur
Bersyukur adalah Jalan Hidup yang Paling Nyaman Keadaan ekonomi yang demikian sulit bagi kebanyakan rakyat Indonesia, menyebabkan kemiskinan makin menjadi-jadi. Setiap hari yang kita dengar adalah keluhan dan umpatan. Suasana kegalauan dan keributan tidak bisa dihindari. Soal-soal kecil saja bisa menjadi perkelahian. Keresahan terjadi dimana-mana, situasi yang demikian ini menyebabkan rasa bersyukur makin jauh. Jangankan orang miskin dan susah, orang yang punya pun kadang-kadang lupa bersyukur. Pada hal kedua-duanya keliru, sebenarnya semua golongan harus bersyukur pada kehidupan ini. Bagi yang kehidupannya susah, harus bersyukur karena telah dijadikan mahluk Tuhan yang paling tinggi derajatnya diantara mahluk yang lain. Setiap insan (manusia) telah diberi intelek (kecerdasan), budi untuk menimbang yang baik dan tidak baik. Tuhan juga telah menganugerahi setiap umat beragama dengan pikiran yang waras, sehingga mampu mengatasi kehidupannya dengan sebaik-baiknya.

Sarasamuscaya 3 – 4 menuntun kita sebagai berikut : “oleh karena itu, janganlah sekali-kali bersedih hati; sekalipun hidupmu tidak makmur; dilahirkan menjadi manusia itu, hendaklah menjadikan kamu berbesar hati, sebab amat sukar untuk dapat dilahirkan menjadi manusia, meskipun kelahiran hina sekalipun”.

Menjelma menjadi manusia itu adalah sungguh-sungguh utama; sebab demikian, karena ia dapat menolong dirinya dari keadaan sengsara (lahir dan mati berulang-ulang) dengan jalan berbuat baik; demikianlah keuntungannya dapat menjelma menjadi manusia.
Dengan bersyukur kita akan selalu berpikir positif apapun yang menimpa kehidupan ini. Dengan bersyukur pula kita akan berupaya terus memperbaiki jalan hidup ini dengan sebaik-baiknya. Bersyukur bukan berarti menerima begitu saja takdir yang menimpa diri kita, namun tetap berusaha dan berupaya menghadapi segala macam gelombang kehidupan ini. Dengan keteguhan hati, ketenangan, berdoa, bekerja, dan bersyukur terhadap apa yang dihasilkan pasti mampu merubah kehidupan kita, yang susah menjadi tambah baik dan yang baik akan menjadi lebih baik lagi. Jangan jadi insani yang tidak bersyukur.

Oleh A.A . Gede Raka Mas

posted by I Made Artawan @ 01.13   0 comments
Percaya Sanghyang Widhi
Ketika terjadi bencana alam seperti gunung api meletus, gempa bumi yang melebihi 7 skala richter, banjir bandang, tsunami (gelombang tinggi), tanah longsor, dan lain-lainnya tidak ada satu manusiapun yang mampu menghalanginya, kecuali berusaha menyelamatkan diri sebaik-baiknya. Di kala seseorang mendapatkan rejeki yang tidak disangka-sangka, misalnya menang undian, maka diapun bersyukur atas karunia itu. Bahkan lulus ujian sekolah, diterima bekerja, juga bersyukur. Manusia pasti merasakan benar bagaimana besarnya jasa Tuhan ketika mereka berbahagia, apalagi waktu menyelamatkan diri ketika mendapat bencana. Bersyukur adalah wajib dan berdoa juga penting artinya. Buat apa sombong, angkuh walaupun seseorang telah mampu mencapai prestasi yang luar biasa tinggi, sebenarnya kita harus sadar, bahwa Tuhan itu maha kuasa, maha kasih dan maha pemurah. Selain itu harus diingat terus, bahwa ”Aham jajana perthivim uta dyam”

(Aku, Tuhan, mencipta langit dan isi bumi ini) Atharva Veda VI.61.3.

Ini berarti, apapun yang dicapai seseorang, semuanya tergantung pada kemurahan Tuhan Yang Maha Kuasa. Apapun hebatnya seseorang, dia tidak pernah mampu membeli udara segar, O2, dan seisi bumi ini agar seseorang itu mampu hidup sehat, segar dan bahagia. Semuanya itu bersumber pada Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Karena itu tidak perlu sangsi lagi, bahwa Tuhan adalah segala-galanya dalam hidup ini. Sekaligus sikap ini merupakan keteguhan dan kemantapan kita untuk ”sraddha” atau percaya terhadap Ida Sang Hyang Widhi Wasa, yang merupakan satu unsur pertama dan utama dari Panca Sraddha.

posted by I Made Artawan @ 00.51   0 comments
Tersenyumlah
Seorang bijaksana menasehatkan kita agar selalu tersenyum (walaupun hanya dalam hati). Senyum itu akan tercermin sampai ke muka dan bibir anda. Senyum ini akan mempengaruhi hidup anda, karena ia mampu membawa kehidupan anda tanpa kesedihan dan kesusahan. Tengoklah seorang bayi yang hampir 400 kali tersenyum dalam sehari, yang remaja hanya 17 kali, sedangkan orang dewasa sama sekali tidak tersenyum lagi.

Demikian hasil sebuah penelitian di Inggris (Sri S.R. Shankar). Jadi jelas sekali bahwa senyum itu sangat penting artinya lebih-lebih bagi seorang wanita. Senyum itu bukan saja mempercantik parasnya, tapi juga akan membahagiakan hidupnya. Senyum adalah lambang keramah tamahan dan keramah tamahan itu mencerminkan kedermawanan.

Sehubungan dengan senyum dan kebahagiaan ini, ingin kami sampaikan beberapa doa khususnya untuk wanita, sebagai berikut :

”Svasti nah putrakrthesu yonisu” (Rgveda X.63.15)
”Semoga terdapat kesejahteraan untuk para wanita yang melahirkan putra-putra yang gagah berani”.

”Vamam adya savitar vaman u svah” (Rgveda VI.71.6)
”Semoga kami menikmati kebahagiaan setiap hari”.

”Ma nah ksudhe ma raksasa rtavah” (Rgveda VII.1.19)
”Sang Hyang Widhi, janganlah kami ditempatkan di bawah tekanan kelaparan dan para pelaku kejahatan”.

(Titib, I Made, 1996 : 364 – 365)

Cobalah direnungkan. Kalau ya, jangan ditunda lagi untuk selalu tersenyum. Selamat merenung dan mempraktekkan senyum itu.

Oleh A.A. Gede Raka Mas

posted by I Made Artawan @ 00.42   0 comments
Taksu
Rabu, 06 Februari 2008
Membangun Hidup ''Mataksu''

Adanya Pelinggih Kamulan Taksu di setiap Merajan sebagai Batara Hyang Guru bagi keluarga Hindu di Bali sesungguhnya mengandung nilai-nilai yang universal. Mataksu artinya dapat melihat sesuatu aspek kehidupan dengan pandangan yang multidimensi. Sesuatu itu tidak dipandang dari sudut pandang mata duniawi semata. Seseorang akan dapat hidup mataksu apa bila memiliki struktur diri yang ideal.

============================================================

Struktur diri yang ideal di mana Atman sebagai unsur tersuci dalam diri dapat memancarkan kesucian melalui kesadaran budhi tembus pada kecerdasan pikiran dan kesempurnaan indria. Struktur diri yang ideal itu harus dibangun sejak manusia diletakkan dalam rahim ibu. Spirit dan Catur Sanak dianggap sebagai sumber taksu. Karena spirit Catur Sanak itu adalah dari Atman.

Tanpa ada Atman bersemayam dalam diri seorang ibu tentunya Catur Sanak tersebut tidak bisa berfungsi apa-apa. Ia hanyalah fisik belaka yang dibangun dari lima zat alam yang disebut Panca Maha Bhuta. Yang distanakan di Pelinggih Kamulan adalah aspek spiritnya sebagai pancaran dari Atman. Sedangkan Atman dalam Upanisad tidak lain dari Brahman.

Kamulan Taksu itu disebut sebagai Bhatara Hyang Guru. Dari dua pelinggih itulah mulai dibangun hidup mataksu, artinya hidup dengan pandangan luas yang multi dimensi. Dengan adanya Pelinggih Kamulan sebagai Pelinggih Sang Hyang Atma ini berarti Atman sebagai guru seperti dinyatakan dalam Vana Parwa.

Pelinggih Kamulan adalah stana Sang Hyang Atma sebagaimana dinyatakan dalam Lontar Usana Dewa dan Lontar Gong Wesi. Kedudukan Kamulan sebagai stana Sang Hyang Atma adalah simbol sakral untuk memotivasi umat Hindu agar secara terus-menerus mengembangkan pendidikan kerohanian dalam keluarga. Pendidikan kerohanian itu untuk mengutamakan eksistensi kesucian Atman dalam diri umat.

Atman yang tiada lain adalah Brahman tentunya selalu memancarkan kesucian. Tetapi pancaran kesucian Atman itu sering ditutupi oleh avidia atau kegelapan budhi, manah dan indria bagaikan awan gelap menutup sinar matahari yang selalu memancar. Karena itu budhi, manah dan indria harus disucikan dengan ilmu pengetahuan suci. Karena itu dalam Manawa Dharmasastra V.109 dinyatakan bahwa ''vidya tapobhyam bhutatma suddhyati''.

Artinya Atman disucikan dengan ilmu pengetahuan suci dan tapa brata. Ini berarti agar manusia selalu berguru untuk mendapatkan tuntutan Atman maka senantiasalah dalam keluarga Hindu itu mengembangkan hidup berdasarkan ilmu pengetahuan dan pengendalian diri dengan tapa brata. Dengan demikian hidupu akan mataksu. Taksu akan hilang kalau hidup ini tidak mengikuti tuntunan ilmu pengetahuan suci. Resi Bisma kehilangan taksu saat tinggal di Astina. Karena setiap hari disuguhi makanan hasil kejahatan dan dimasak oleh orang-orang jahat. Saat itu Duryudana sebagai Raja Astina.

Makanan yang didapat dengan cara melanggar dharma saja kesucian Atman tidak memancarkan dalam diri sehingga taksu menjadi hilang. Tujuan Tapa Brata dan Vidya itu untuk mendidik, melatih dan membina indria, manah dan budhi menjadi media untuk memancarkan kesucian Atman. Dari pancaran kesucian Atman itulah akan didapatkan taksu. Palinggih Taksu di Merajan Kamulan itu sebagai pemujaan spek spirit dari Catur Sanak. Secara langsung unsur-unsur Catur Sanak itulah yang membentuk janin menjadi jabang bayi.

Di dalam ilmu pendidikan dikenal adanya pendidikan prenatal artinya pendidikan anak yang masih dalam kandungan ibunya. Dari anak dalam kandungan itulah sudah ditanamkan nilai-nilai kehidupan yang utuh, baik dalam fisik maupun mental spiritual. Setelah ia lahir sudah membawa bibit-bibit unggul untuk diberikan pendidikan agar kelak menjadi suputra yang mataksu.

Dengan demikian sudah sangat tepatlah leluhur umat Hindu di Bali menyebutnya Merajan Kamulan itu sebagai tempat memuja Batara Hyang Guru. Di Merajan Kamulan itulah sudah ditanamkan nilai-nilai pendidikan yang seimbang antara pendidikan untuk membangun jiwa dan raga yang seimbang.

Dalam Nitisastra VIII.3 ada dinyatakan suatu kewajiban orangtua untuk melahirkan putra atau disebut Sang Ametwaken. Hal ini mengandung maksud agar seorang ayah dan ibu dalam menyiapkan kelahiran putranya benar-benar melalui persiapan yang matang, baik fisik maupun mental spiritual. Apalagi sudah terbentuknya janin dalam kandungan ibu.

Keadaan Sang Catur Sanak seperti ari-arinya, darah, yeh nyom dan lamas-nya terpelihara dengan perawatan yang telaten. Menjaga kesehatan ibu yang mengandung secara prima itulah awal pendidikan anak manusia agar kelak ia menjadi putra yang mataksu.

Adanya Pemujaan Batara Hyang Guru di Kamulan Taksu itu tidaklah semata-mata hanya sebagai media melakukan ritual keagamaan Hindu yang bersifat formal belaka. Di balik itu ada pesan-pesan pendidikan yang amat mendasar sehingga tempat pemujaan itu disebut sebagai palinggih Batara Hyang Guru. Apalagi di dalam ajaran Hindu dikenal adanya pendidikan seumur hidup lewat ajaran Catur Asrama.

Saat masih dalam Brahmacari Asrama belajar dharma untuk mendapatkan Guna Vidya atau ilmu tentang keterampilan untuk mencari nafkah agar dapat melangsungkan kehidupan ini. Grshastha Asrama pendidikan untuk dapat hidup mandiri. Kemandirian itulah ciri seorang Grhastha.

Selanjutnya saat menjalankan Wanaprastha Asrama menjadi penasihat atau sawacana gegonta yang wajib dipelajari terus. Saat menginjak Sanyasa Asrama harus berguru untuk melepaskan Atman dengan sebaik-baiknya kembali ke alam niskala. Inilah konsep belajar seumur hidup menurut ajaran Hindu. Proses belajar yang terus-menerus itu dilakukan dengan benar dan tepat.

Proses belajar yang benar dan tepat itu sesuai dengan tahapan Catur Asrama. Setiap Asrama yakinlah ada yang muncul lebih sukses dari yang lainnya. Dengan demikian setiap Asrama akan memiliki tokoh-tokoh mataksu. Proses pendidikan informasi dalam keluarga ini harus terus digerakkan melalui pemujaan Batara Hyang Guru di Kamulan Taksu.

Dari Kamulan Taksu inilah hendaknya digagas terus pendidikan untuk membangun keseimbangan kualitas hidup fisik material dan mental spiritual dengan belajar terus-menerus. Apalagi dalam Pustaka Wrehaspati Tattwa 33 ada dinyatakan bahwa salah satu ciri hidup sukses adalah Adhyayana. Artinya belajar terus-menerus, tidak pernah merasa tamat belajar. Selanjutnya Tarka Jnyana artinya terus-menerus berusaha untuk mempraktikkan ilmu yang didapatkan. * wiana

posted by I Made Artawan @ 00.02   0 comments
Kuningan
Sabtu, 02 Februari 2008
Hari Raya Kuningan hari ini, Sabtu Kliwon (2/2), umat Hindu kembali merayakan rerahinan Kuningan, setelah merayakan Galungan sepuluh hari lalu. Hari-hari raya keagamaan tersebut penting dimaknai hakikatnya, tak hanya dirayakan secara rutinitas. Sebab, banyak makna penting tersirat di dalamnya yang perlu ''dibumikan'' dalam kehidupan sehari-hari. Bagaimana dengan Kuningan? Apa yang mesti dimaknai dari perayaan Kuningan yang sarat dengan simbol-simbol atau niyasa upakara seperti tamiang, endongan dan sebagainya?

--------------------------

UMAT Hindu hendaknya jangan berhenti pada terselenggaranya perayaan hari keagamaan, tetapi memaknainya. Sebab, ada banyak makna yang terkandung dalam perayaan keagamaan tersebut.

Dosen IHDN Denpasar yang mantan Dirjen Bimas Hindu Depag RI Dr. Wayan Suarjaya, M.Si. mengatakan, para leluhur membuat banyak rerahinan agar umat selalu ingat kepada Sang Pencipta -- Ida Sang Hyang Widi Wasa dan mensyukuri karunia-Nya. Melalui perayaan hari raya keagamaan, umat dituntut selalu ingat menyamabraya -- meningkatkan persatuan dan solidaritas sosial. Selebihnya, melalui rerahinan umat diharapkan selalu ingat kepada lingkungan.

''Guna mendapatkan sarana upakara, umat mesti menjaga kelestarian lingkungan (kebersihan lingkungan). Selain buah, bunga dan daun (sarana upakara), umat menggunakan tirta (air suci) dalam penyelenggaraan yadnya. Karena itu dalam konteks ini, ada pesan penting yang mesti diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, yakni umat mesti menjaga alam -- jangan mencemari air,'' ujarnya.

Tetapi kenyataannya, banyak sungai yang sudah tercemar. Di sinilah pentingnya kesadaran untuk memelihara alam. Jadi dalam konteks kekinian, pesan yang bisa kita petik dari perayaan hari keagamaan adalah umat mesti selalu ingat Tuhan, menjaga persatuan, peka terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan selalu menjaga alam lingkungan. Semua itu sesungguhnya implementasi dari konsep Tri Hita Karana.

Lambang Perlindungan

Dalam perayaan Kuningan, simbol-simbol upakara menjadi ciri khasnya seperti tamiang dan endongan. Apa maknanya?

Tamiang, kata Ketua Parisada Bali Drs. I Gusti Ngurah Sudiana, M.Si. berasal dari kata tameng yang berarti alat penangkis senjata. Sebagai alat penangkis, tamiang memiliki lambang perlindungan. Di samping itu, tamiang juga sebagai lambang Dewata Nawa Sanga, karena menunjuk sembilan arah mata angin. Tamiang juga melambangkan perputaran roda alam -- cakraning panggilingan. Lambang itu mengingatkan manusia pada hukum alam. Jika masyarakat tak mampu menyesuaikan diri dengan alam, atau tak taat dengan hukum alam, risikonya akan tergilas oleh roda alam. Melalui pelaksanaan Kuningan, tegas Sudiana yang dosen IHDN Denpasar itu, umat diharapkan mampu menata kembali kehidupan yang harmonis (hita) sesuai dengan tujuan agama Hindu.

Selain tamiang, dalam perayaan Kuningan juga terdapat endongan yang bermakna perbekalan. Bekal yang paling utama dalam mengarungi kehidupan adalah ilmu pengetahuan dan bhakti (jnana). Sementara senjata yang paling ampuh adalah ketenangan pikiran. Ketenangan pikiran ini yang tak dapat dikalahkan oleh senjata apa pun.

Ikang manah pinaka witing indra, yang artinya pikiran itu sumber dari indria. Itu berarti senjata pikiranlah yang paling ampuh dan utama dalam menghadapi berbagai persoalan hidup.

Saat Kuningan, Batara-Batari diyakini turun dari kahyangan, dan kemudian kembali lagi ke alamnya. Karena itu umat Hindu berusaha menghaturkan upacara sepagi-paginya, pada hari raya Kuningan.

Tetapi yang penting dari semua itu, kata Asdir I Program Ilmu Agama dan Kebudayaan Universitas Hindu Indonesia (Unhi) Drs. Wayan Budi Utama, M.Si., umat Hindu mesti lebih menguatkan bekal (endongan) hidup yakni ilmu pengetahuan. Umat Hindu mesti unggul dari segi kualitas, sehingga memiliki posisi tawar dan menang menghadapi persaingan global.

Untuk meningkatkan kualitas, pendidikan adalah bekal dan senjatanya. Karena itu yadnya dalam bidang pendidikan mesti digalakkan di kalangan umat. Bila memungkinkan, sumbangan dana pemerintah ke desa pakraman beberapa persennya dialokasikan untuk investasi di bidang pendidikan atau beasiswa. Dengan demikian, krama yang kurang mampu dari segi ekonomi memiliki kesempatan untuk meningkatkan kualitas SDM-nya. Hal ini dinilai penting bagi Bali ke depan. ''Jika SDM Bali betul-betul berkualitas akan memiliki posisi tawar dalam kancah yang lebih luas. Jadi, simbol-simbol yang terdapat dalam Kuningan mesti dimaknai lebih luas lagi.

Lewat perayaan Kuningan, diharapkan krama Bali lebih terpacu lagi untuk mencetak kaum intelektual sebanyak-banyaknya, sehingga mampu membawa Bali lebih baik lagi dalam berbagai aspek, ya... alamnya, budayanya, pendidikannya, ekonominya dan sebagainya,'' katanya.

Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan IHDN Denpasar Dr. Ketut Subagiasta mengatakan hal yang sama. Melalui perayaan Galungan-Kuningan umat diisyaratkan agar tak henti-hentinya berjuang melawan adharma guna mencapai kejayaan. Dalam konteks kekinian, umat mesti terus berjuang untuk mengentaskan kemiskinan, mengentaskan buta aksara, selain berjuang mengendalikan diri dan selalu menyucikan pikiran biar hening. Semua itu dalam rangka untuk mencapai santha jagadhita atau kerahayuan atau keharmonisan yang langgeng. Semoga! (lun)

posted by I Made Artawan @ 23.35   0 comments
Penyadur

Name: I Made Artawan
Home: Br. Gunung Rata, Getakan, Klungkung, Bali, Indonesia
About Me: Perthi Sentana Arya Tangkas Kori Agung
See my complete profile
Artikel Hindu
Arsip Bulanan
Situs Pendukung
Link Exchange

Powered by

Free Blogger Templates

BLOGGER

Rarisang Mapunia
© 2006 Arya Tangkas Kori Agung .All rights reserved. Pasek Tangkas