Arya Tangkas Kori Agung

Om AWIGHNAMASTU NAMOSIDDHAM, Terlebih dahulu, kami haturkan pangaksama mohon maaf sebesar - besarnya ke hadapan Ida Hyang Parama Kawi - Tuhan Yang Maha Esa serta Batara - Batari junjungan dan leluhur semuanya. Agar supaya, tatkala menceriterakan keberadaan para leluhur yang telah pulang ke Nirwana, kami terlepas dari kutuk dan neraka.

 
Refrensi Pasek Tangkas
Untuk menambah Referensi tentang Arya Tangkas Kori Agung, Silsilah Pasek Tangkas, Babad Pasek Tangkas, Perthi Sentana Pasek Tangkas, Wangsa Pasek Tangkas, Soroh Pasek Tangkas, Pedharman Pasek Tangkas, Keluarga Pasek Tangkas, Cerita Pasek Tangkas. Saya mengharapkan sumbangsih saudara pengunjung untuk bisa berbagi mengenai informasi apapun yang berkaitan dengan Arya Tangkas Kori Agung seperti Kegiatan yang dilaksanakan oleh Keluarga Arya Tangkas Kori Agung, Pura Pedharman Arya Tangkas Kori Agung, Pura Paibon atau Sanggah Gede Keluarga Arya Tangkas Kori Agung, Keluarga Arya Tangkas Kori Agung dimanapun Berada Termasuk di Bali - Indonesia - Belahan Dunia Lainnya, sehingga kita sama - sama bisa berbagi, bisa berkenalan, maupun mengetahui lebih banyak tentang Arya Tangkas Kori Agung. Media ini dibuat bukan untuk mengkotak - kotakkan soroh atau sejenisnya tetapi murni hanya untuk mempermudah mencari Refrensi Arya Tangkas Kori Agung.
Dana Punia
Dana Punia Untuk Pura Pengayengan Tangkas di Karang Medain Lombok - Nusa Tenggara Barat


Punia Masuk Hari ini :

==================

Jumlah Punia hari ini Rp.

Jumlah Punia sebelumnya Rp.

==================

Jumlah Punia seluruhnya RP.

Bagi Umat Sedharma maupun Semetonan Prethisentana yang ingin beryadya silahkan menghubungi Ketua Panitia Karya. Semoga niat baik Umat Sedharma mendapatkan Waranugraha dari Ida Sanghyang Widhi – Tuhan Yang Maha Esa.

Rekening Dana Punia
Bank BNI Cab Mataram
No. Rekening. : 0123672349
Atas Nama : I Komang Rupadha (Panitia Karya)
Pura Lempuyang
Pura Lempuyang Luhur terletak di puncak Bukit Bisbis atau Gunung Lempuyang, ... Pura Lempuyang itu merupakan stana Hyang Gni Jaya atau Dewa Iswara.
Berbakti
Janji bagi yang Berbakti kepada Leluhur BERBAKTI kepada leluhur dalam rangka berbakti kepada Tuhan sangat dianjurkan dalam kehidupan beragama Hindu. Dalam Mantra Rgveda X.15 1 s.d. 12 dijelaskan tentang pemujaan leluhur untuk memperkuat pemujaan kepada Tuhan. Dalam Bhagawad Gita diajarkan kalau hanya berbakti pada bhuta akan sampai pada bhuta. Jika hanya kepada leluhur akan sampai pada leluhur, kalau berbakti kepada Dewa akan sampai pada Dewa.
Mantram Berbakti
Berbakti kepada Leluhur Abhivaadanasiilasya nityam vrdhopasevinah, Catvaari tasya vardhante kiirtiraayuryaso balam. (Sarasamuscaya 250) Maksudnya: Pahala bagi yang berbakti kepada leluhur ada empat yaitu: kirti, ayusa, bala, dan yasa. Kirti adalah kemasyuran, ayusa artinya umur panjang, bala artinya kekuatan hidup, dan yasa artinya berbuat jasa dalam kehidupan. Hal itu akan makin sempurna sebagai pahala berbakti pada leluhur.
Ongkara
"Ongkara", Panggilan Tuhan yang Pertama Penempatan bangunan suci di kiri-kanan Kori Agung atau Candi Kurung di Pura Penataran Agung Besakih memiliki arti yang mahapenting dan utama dalam sistem pemujaan Hindu di Besakih. Karena dalam konsep Siwa Paksa, Tuhan dipuja dalam sebutan Parama Siwa, Sada Siwa dan Siwa sebagai jiwa agung alam semesta. Sebutan itu pun bersumber dari Omkara Mantra. Apa dan seperti apa filosofi upacara dan bentuk bangunan di pura itu?
Gayatri Mantram
Gayatri Mantram Stuta maya varada vedamata pracodayantam pavamani dvijanam. Ayuh pranam prajam pasum kirtim dravinan brahmawarcasam Mahyam dattwa vrajata brahmalokam. Gayatri mantram yang diakhiri dengan kata pracodayat, adalah ibunya dari empat veda (Rgveda, Yayurveda, Samaveda, Atharwaveda) dan yang mensucikan semua dosa para dvija. Oleha karena itu saya selalu mengucapkan dan memuja mantram tersebut. Gayatri mantram ini memberikan umur panjang, prana dan keturunan yang baik, pelindung binatang, pemberi kemasyuran, pemberi kekayaan, dan memberi cahaya yang sempurna. Oh Tuhan berikanlah jalan moksa padaku.
Dotlahpis property
Image and video hosting by TinyPic
Keringkihan Hati
Jumat, 28 Agustus 2009
kutas tva kasmalam idam
visame samupasthitam,
anaryajustam asvargyam
akirtikaram arjuna.

Pada saat kesulitan seperti ini, darimanakah kedukaan dan kelemahan hati datang, dan sesungguhnya bukan sifat kesatria, tidak luhur, menyebabkan tidak dapat mencapai surga, memalukan, serta menjauhkan diri dari orang, wahai Arjuna.

Kosakata:

Kutastva = bila terhadapmu.
Kasmalam = dalam kesulitan.
Idam = ini.
Visame = kelemahan hati.
Samupasthitam = telah datang, tiba.
Anaryajustam = tidak bersifat Arya (kesatria).
Ajustam = tidak luhur, tidak kesatria.
Asvargyam = menyebabkan tidak dapat mencapai surga.
Akirtikaram = perbuatan yang memalukan, tidak terpuji.

Pada saat kita dihadapkan pada situasi krisis, mengalami kesulitan dalam banyak hal, seringkali dilanda kedukaan dan keringkihan hati, karena setiap sikap atau keputusan yang akan diambil tetap penuh dengan resiko. Tetapi apapun alasannya, keringkihan hati bukan sifat orang Hindu yang mengaku kesatria berpegang teguh kepada dharma Weda, dan sungguh memalukan, jika sampai “menyerah” lalu melakukan adharma dengan alasan ... terpaksa ...

Kesulitan hidup, keringkihan hati, membawa manusia ke dalam kehampaan jiwa dan kehilangan makna dari sebuah pemujaan kepada Brahman. Keluhan atas segala bentuk kegagalan harus di lihat sebagai kesempatan yang paling berharga untuk membiarkan Brahman mengisi hidup kita, membiarkan Brahman menari di dalam kita, karena pada hakekatnya semua pergerakan adalah tarian Brahman. Dengan membawa semua bidang pikiran kita untuk mengikuti dengan anggun setiap tarian Brahman yang sedang berlangsung, maka semua derita berubah menjadi sukacita.

Acapkali disebabkan karena keringkihan hati kita, di dalam acara pemujaan kita lebih banyak menghiba daripada memuja, acara pemujaan berubah menjadi acara penghibaan. Ketakutan dan kekhawatiran menyergap, di satu pihak hal itu disebabkan karena kita tidak tahu apa yang akan dikodratkan Brahman kepada diri kita, dan kita tidak tahu lagi apa yang terbaik bagi kita.

Jika jawabannya tidak bisa ditemukan di dalam pikiran kita, temukanlah di dalam Brahman dengan mengikuti pergerakan-Nya seperti apa adanya, ikutilah dengan anggun, niscaya jawaban itu akan segera ditemukan. Mari kita renungkan bersama. Sumber Sraddha on Facebook
posted by I Made Artawan @ 21.28   0 comments
Serba-Serbi Tumpek Landep
Semua alat atau benda berbahan besi dan sejenisnya, oleh umat Hindu, ''didewakan.'' Di hari ''lahirnya'' yakni Tumpek Landep yang jatuh Sabtu kemarin, semua alat itu keluar untuk disembahyangi.

Si pengguna menghaturkan rasa syukurnya kepada alat-alatnya yang selama enam bulan (kalender Bali) sudah dioperasikan dengan baik. Mulai perkantoran hingga masyarakat (Hindu) mengupacarai alat-alat tersebut kemarin.

Di RS Sanglah, misalnya. Di instansi ini begitu banyak peralatan medis. Yang mana selama ini alat-alat tersebut difungsikan untuk menyelamatkan nyawa manusia. Mulai dari alat bedah, radiologi, ambulans, dan sejumlah peralatan lainnya.

Direktur Umum dan Operasional RS Sanglah drg. Triputro Nugroho menyebutkan upacara kemarin terkait dengan Hari Tumpek Landep. Di mana pihak rumah sakit secara rutin melakukan upacara seperti ini.

Namun demikian, diakui oleh dokter yang akrab disapa Nugie itu, proses upacara ini tidak mengganggu pelayanan yang ada di RS Sanglah. ''Ini sudah rutin kok. Namanya juga upacara adat, jadi wajib untuk dilaksanakan. Alat-alat yang disembahyangi memang banyak, tapi tidak semua kok. Jadi kalau memang ada akan digunakan untuk pembedahan, ya tetap digunakan, dan tidak disembahyangi," jelas Nugie.

Suasana sama terlihat di kantor lain. Di kantor korps baju cokelat dan hijau, juga sama. Seperti pantauan koran ini di Polsek Denpasar Selatan kemarin. Terlihat 71 senjata api genggam dikeluarkan untuk diupacarai.

Pegawai setempat tampak sibuk sejak pukul 09.00. Benda (alat) besi lainnya adalah empat mobil dinas dan 23 kendaraan dinas roda dua. Semua kendaraan berjajar rapi di halaman Polsek. Semuanya diberi banten. Di tengah-tengah acara, pemangku yang dibantu lima ibu-ibu Bhayangkari (istri-istri polisi) memercikkan tirta (air suci) ke arah kendaran, dilanjutkan ke aparat.

Upacara yang dipimpin pemangku Ida Bagus Made Kerti tersebut diikuti sepertiga anggota. ''Yang lainnya tetap berjaga," ungkap Kapolsek Densel AKP I Gede Ganefo.

Tumpek Landep merupakan hari untuk memanjatkan puji syukur kepada Sang Hyang Widhi Wasa atas segala rahmatnya. ''Dia (Hyang Widhi) telah memberikan kekuatan dan semoga tetap memberikan kekuatan agar kami dapat menggunakan senjata-senjata ini dengan baik dan benar,'' ungkap Ganefo.

Suasana tidak jauh beda terlihat di rumah-rumah. Bagi umat Hindu pemilik kendaraan (roda dua atau empat) serta senjata lain melangsungkan upacara sejak pagi hingga sore hari kemarin. Semua kendaraan maupun senjata dipasangi sayat atau bentuk lainnya. Sumber Radar Bali
posted by I Made Artawan @ 21.18   0 comments
Sapi Dalam Sudut Pandang Ajaran Hindu
Dalam ajaran Hindu, tidak pernah ada ritual pemujaan (Puja = worship) terhadap sapi atau menganggap sapi sebagai hewan suci bahkan larangan untuk membunuh sapi (mengkonsumsinya sebagai sarana ritual keagamaan). Anggapan-anggapan tersebut diatas lahir sebagai hasil dari analisa budayawan atau sejarahwan Eropa yang kala itu meneliti kebudayaan India (yang nota bene dianggap sebagai cerminan ajaran Hindu) dan menterjemahkannya secara subyektif dengan mengesampingkan kajian nilai estetik dari adat istiadat masyarakat budaya tersebut.

Pada masa awal Weda, bangsa Arya memelihara sapi untuk digunakan sebagai sumber pangan, dengan mengkonsumsi berbagai produk pangan yang dihasilkan oleh sapi (daging, susu, yogurt, minyak) bahkan kulitnya dapat digunakan sebagai bahan pakaian atau tenda. Demikian banyaknya manfaat yang dihasilkan dari sapi, menyebabkan masyarakat “menghormati” sapi sebagai suatu anugerah yang sangat besar dari Yang Maha Kuasa ~ rasa respek tersebut menempatkan sapi (yang menhasilkan susu) sebagai hewan yang ditabukan untuk dikonsumsi (Aghanya).

Dari paham tabu (aghanya) tersebut diatas, selanjutnya dalam Weda ditemukan sloka-sloka yang mengambil “penggambaran” sapi sebagai perwujudan Tuhan (penggambaran pengandaian sudah tentu bukan Tuhan dalam artian yang sebenarnya), sebagai ibu (dikaitkan dengan susu yang diproduksinya), sebagai simbol kesejahteraan. Bahkan dalam perkembangan selanjutnya, simbol sapi juga dikaitkan dengan dewa-dewa utama Hindu sehingga paham tabu untuk mengkonsumsi sapi menjadi satu bagian yang tak terpisahkan dalam ajaran Hindu.

Namun kitab Weda juga tidak mengesampingkan adanya pembunuhan banteng dan sapi sebagai sarana puja/ritual keagamaan. Dalam Griha Sutra, pengorbanan sapi dikaitkan dengan banyak upacara keagamaan, bahkan Manusmriti, yang dalam berbagai peraturannya melarang makan daging, tidak hanya daging sapi, dikatakan, “Seseorang boleh makan daging bila daging itu sudah diperciki air suci dan dimantrai, ketika seseorang terlibat dalam menyiapkan suatu upakara sesuai hukum, dan bila hidup seseorang dalam bahaya” (Manusmriti 5:27). Sumber : http://www.pustakahindu.info/2008/09/14/sapi-dalam-sudut-pandang-ajaran-hindu
posted by I Made Artawan @ 21.11   0 comments
Mengenali Atman dengan Atman
Pada tahap awal, sebelum sadhana dilaksanakan, pikiran dihasut oleh arus karma dan mungkin ditakuti dengan ketidakmampuannya untuk memahami atau memenuhi dharmanya. Dalam keadaan terhasut ini dunia nampak suram, membosankan, atau gelap, menakutkan, dan tidak akan dapat membayangkan, menggambarkan atau memahami Brahman ada di mana-mana, Brahman hanya ada di pura atau di tempat-tempat yang disucikan lainnya. “Bagaimana bisa Brahman yang maha agung berada dalam diri kita yang serba terbatas ini.”

Pada tahapan kedua, bila pikiran diistirahatkan dengan damai dalam pemenuhan dari suatu pola kehidupan, dharma, ketika ia memiliki kedewasaan cukup untuk mengendalikan dan melewati arus karma melalui pemusatan pikiran, pemujaan dan perenungan suci, di sini Brahman nampak sebagai penolong dalam semua proses yang dilalui, tetapi paling kuat dirasakan ketika perilaku religius tersebut dilakukan di utama mandala pura atau tempat-tempat yang disucikan lainnya.

Pada tahapan ketiga, Brahman yang dirasakan sebagai penolong dalam semua proses yang dilalui terus membantu kesulitan dari pikiran yang rawan dari pengaruh rasa diri yang didominasi oleh ahamkara (ego) dan manah (naluri). Dengan mengendapnya rasa diri memunculkan rasa jati, alam pikiran yang didominasi oleh buddhi yang menuntunnya kepada chitta (kesadaran murni pikiran). Brahman tidak lagi dicari-cari di luar diri, Brahman dinikmati sebagai sesuatu yang utama, dimensi integral dari diri, Hidup dari hidup, kekuatan dan pancaran energi alam semesta. Pada tahapan ini, ketenangan di sisi dalam lebih besar dari gangguan di sisi luar, sehingga mampu untuk masuk lebih dalam dan lebih dalam lagi, memasuki kesadaran penuh kebahagiaan, ini dengan jelas dirasakan dan kenikmatan spiritual dialami bahwa Brahman meresap di dalam diri kita. Mata batin mereka yang mengalaminya akan semakin tajam, dan dalam hidup kesehariannya mereka menjadi saksi, mengamati bahwa kebanyakan orang tidak melihat Brahman di dalam diri mereka sendiri. Para rishi Weda dan mereka yang tercerahkan telah menemukan rahasia gaib itu. Brahman di dalam menjadi kesadaran jiwa sebagai Kebenaran-Pengetahuan-Kebahagiaan, Satchidananda, energi perekat yang meresap dalam segala hal secara bersamaan. Pikiran menjadi tenang, tampak damai di mana saja, dan kebahagiaan sempurna demikian kuat, demikian ajeg, tidak tergoyahkan lagi. Pada tahapan ini, mata batin menjadi terbuka, benar-benar merasakan kehadiran Brahman yang sama pada setiap dan semua makhluk hidup, meresap di dalam setiap atom dari alam semesta sebagai keagungan-Nya, pendukung utama dari segala yang ada. Hanya ketika hal ini benar-benar dialami, seseorang dapat menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa Brahman ada di dalam manusia dan manusia ada di dalam Brahman.

Tahu filsafat tanpa pengalaman langsung bagaikan tahu tempat yang jauh dan indah lewat televisi, atau sekedar membaca dari sebuah buku, atau mendengar dari pernyataan orang lain yang pernah ke sana dan bersenang-senang di sana. Itu bukan pengalaman sama sekali. Satu-satunya yang bisa disebut pengalaman adalah pengalaman kita sendiri. Kita tidak akan mencapai jnana, kearifan spiritual, sebelum kita mengalaminya sendiri, meskipun kita telah membaca seribu Weda, kita harus mengenali sendiri Atman kita. Sumber-sumber pengetahuan spiritual hanyalah penuntun bagi kita, orang tidak akan bisa mengenali Atman hanya dengan banyak membaca Weda.

Bagaimana mungkin kita dengan pikiran kita yang terbatas bisa memahami yang tak terbatas, bisa memahami Brahman? Bagaimana bisa secara intelektual kita meliputi sesuatu yang maha agung seperti Brahman? Brahman adalah pencipta dan sumber segala ilmu pengetahuan, pencipta daya pikiran. Dia adalah arsitek agung alam semesta. Lalu, jika Brahman menciptakan daya pikiran, bagaimana mungkin daya pikiran memahami Dia? Para rishi meyakinkan, itu mungkin, dan mereka meyakinkan karena itu telah terlaksana, mereka telah mengalaminya, dan mereka memberi tuntunan berdasarkan hasil pengalaman yang telah dialami. Daya pikiran harus mengekspansi, kesadaran harus melampaui rasional pikiran dan melihat langsung dari pengetahuan kesadaran super.

Sebaiknya kita mencoba untuk melihat Brahman di mana-mana. Selalu mencoba. Meyakini keyakinan yang diberikan oleh para rishi Weda, bahwa itu akan terlaksana. Dia akan datang. Siapa lagi yang bisa memperlihatkan Atman kita kepada kita selain Dia? Perluasan dari Atman yang ada di dalam diri kita tiada lain adalah Brahman. Dia dapat memberi kita kecukupan hidup. Dia dapat memberi kita kesehatan. Dia dapat memberi semua yang kita butuhkan bahkan yang kita inginkan. Tetapi untuk memuja-Nya sebagai yang tak berwujud membawa pikiran ke dalam ruang tak terbatas. Pikiran hanya dapat meliputi hal ini dengan mengidentifikasi. Pikiran tidak bisa mengidentifikasi Kebenaran dalam bentuk halus ini yang menunjukkan Brahman melampaui pikiran—tanpa bentuk, waktu dan ruang. Tetapi dia ada di dalam diri kita semua secara serentak, hanya saja terselubung oleh kedunguan kita, hanya saja terselimuti oleh ego, yang merasa Brahman ada di tempat yang terpisah dengan identitas personal. Dia ada di dalam diri kita saat ini juga, bukan di masa depan yang fiktif. Hanya saja kita harus menghilangkan (mengabaikan) sisi maya dari kita, menghapus semua karma, kita akan menemukan Dia yang abadi. Ego adalah hal terakhir yang akan pergi. Itu adalah belenggu terakhir yang harus ditaklukkan.

Para rishi Weda menyatakan, sekali perbudakan ego dipatahkan, akan nampak bahwa misteri Brahman adalah meliputi segalanya. Dia adalah segala apa yang diciptakan-Nya. Renungkan hal tersebut. Itu sangat dalam. Brahman meresap pada ciptaan-Nya secara konstan sebagai Cahaya Kasih Murni dari pikiran setiap orang, dan pada tahapan ini Brahman masih memiliki suatu wujud.

Hanya dari sisi keabadian kita dapat mengatakan semua yang berwujud adalah maya. Tetapi dari sisi kita yang maya, semua yang maya adalah nyata. Tidak mungkin pikiran kita yang maya mengatakan bahwa nasi yang kita makan adalah nasi bohongan, lauk yang kita makan adalah lauk bohongan. Dari sudut pandang keabadian, diri sejati kita ini bukan badan, pikiran, atau emosi kita. Tetapi, bagi alam maya kita, suami, istri, anak, pacar, dan tetangga kita adalah orang beneran, bukan orang-orangan (maya). Dengan senantiasa memancarkan Cahaya Kasih Murni dari pikiran kita kepada semua yang maya kita akan menemukan Yang Abadi.

Di alam kehalusan, Brahman memiliki wujud yang sangat indah, serupa dengan wujud seorang manusia, tetapi wujud manusia yang benar-benar sempurna. Dia berpikir. Dia berbicara. Dia berjalan. Dia membuat keputusan. Kita beruntung memuja Brahman yang agung yang meresap di dalam segalanya, dan masih melampaui ini Dia meresap di luar segalanya, di luar alam semesta, di alam kelanggengan, Dia yang berbentuk dan di luar bentuk sekaligus, Dia adalah Atman di dalam jiwa kita. Jadi, semua dari kita, para pencari Kebenaran yang esa, kita memiliki Agama Weda yang agung yang menawarkan dan menuntun kita pada pengalaman Brahman di dalam wujud dan di luar wujud. Alangkah beruntung kita ini. Sumber Sraddha on Facebook.
posted by I Made Artawan @ 20.59   0 comments
Kapan Dunia Kiamat
Minggu, 09 Agustus 2009

Tapah param krta yuge
tretayam jnanamuscyate.
Dwapare yajnaewahur
Danamekam kalau yuge.
(Manawa Dharmasastra, I.86).

Maksudnya: Pada zaman Kerta Yuga, dengan bertapalah cara beragama yang paling utama. Zaman Treta Yuga, beragama dengan mengamalkan ilmu pengetahuan suci (jnana) itulah yang paling utama. Zaman Dwapara Upacara, yadnya-lah yang paling utama. Sedangkan pada zaman Kali Yuga, dana punia-lah cara beragama yang paling utama.

PERUBAHAN terjadi karena adanya perjalanan waktu. Waktu terjadi karena adanya peredaran isi alam. Misalnya bumi mengelilingi matahari dan bulan mengelilingi bumi. Demikian juga planet-planet yang lainnya beredar sesuai dengan hukum Rta. Agar hidup ini dapat mengikuti perubahan waktu, sikap hidup pun harus berubah disesuaikan dengan perubahan itu.

Alam ciptaan Tuhan ini memberikan ruang dan waktu pada kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Seperti pernyataan sloka Manawa Dharmasastra I.86, ada tuntunan cara beragama umat manusia pada setiap zaman. Semua ciptaan Tuhan ditata berdasarkan hukum utpati (tercipta), sthiti (hidup terpelihara) dan pralina (lenyap kembali kepada asalnya). Alam dan isinya ini, setelah masanya selesai beredar dan berputar-putar, akan pralina atau pralaya. Istilah lainnya, kiamat.

Ada suatu kelompok keyakinan yang menyatakan dunia akan kiamat akhir 2009 ini. Ada juga isu-isu yang menyatakan dunia akan kiamat akhir 2012. Pendapat atau pandangan tentang dunia kiamat itu dalam era demokrasi dewasa ini tentunya boleh-boleh saja. Yang patut dijelaskan, bagaimana pandangan Hindu tentang dunia kiamat ini.

Istilah kiamat memang tidak dijumpai dalam ajaran Hindu. Namun, yang mirip dengan konsep kiamat mungkin konsep pralina atau pralaya dalam kitab-kitab Purana. Dalam kitab-kitab Purana, utpati, sthiti dan pralina dibahas secara khusus. Memang terdapat sedikit perbedaan antara Purana satu dan Purana lainnya mengenai konsep ini. Namun, secara umum menyangkut hal-hal yang substansial, semua Purana isinya sama, bahwa semua ciptaan Tuhan ini kena hukum Tri Kona yaitu utpati, sthiti dan pralina itu.

Dalam kitab Brahma Purana misalnya dinyatakan satu hari Brahman (satu kalpa) atau satu siang dan satu malamnya Tuhan lamanya 14 manwantara. Satu manwantara = 71 maha yuga. Satu maha yuga = empat zaman yaitu kerta, treta, dwapara dan kali yuga. Satu maha yuga = 432 juta tahun.

Sekarang peredaran alam semesta sedang berada pada manwantara ketujuh dibawah pimpinan Vaivasvata Manu. Ini artinya pralaya atau kiamat total akan terjadi setelah manu ke-14 berakhir. Manu ke-14 adalah Suci sebagai Indra Savarni Manu.

EMPAT KONSEP PRALAYA

Konsep pralaya dalam Wisnu dan Brahmanda Purana ada dinyatakan empat konsep pralaya yaitu:

1. NITYA PRALAYA yaitu proses kematian yang terjadi setiap hari dari semua makhluk hidup. Bahkan dalam diri manusia pun setiap detik ada sel tubuhnya yang mati dan diganti dengan sel baru. Sel tubuh manusia terjadi utpati, sthiti dan pralina.

2. NAIMITIKA PRALAYA adalah pralaya yang terjadi dalam satu periode manu. Menurut pandangan ini akan terjadi pralaya terbatas dalam setiap akhir manwantara. Ini artinya akan terjadi 14 kali naimitika pralaya atau kiamat terbatas atau kehancuran alam secara terbatas.

3. PRAKRTIKA PRALAYA yaitu terjadinya pralaya secara total setelah manwantara ke-14. Saat terjadinya Prakrtika Pralaya, seluruh alam semesta beserta isinya lenyap dan kembali pada Brahma atau Tuhan yang Mahaesa dalam waktu yang panjang atau satu malamnya Brahma. Setelah itu akan terjadi penciptaan lagi dan memulai dengan manwantara pertama lagi. Prakrtika Pralaya inilah yang mungkin identik dengan konsep kiamat menurut kepercayaan lainnya. Karena, semua unsur alam dengan segala isinya kembali pada Brahman. Menurut keyakinan Hindu, hanya Tuhanlah yang kekal abadi.

4. ATYANTIKA PRALAYA yaitu pralaya yang disebabkan oleh kemampuan spiritualnya melalui suatu pemberdayaan jnyana yang amat kuat sehingga seluruh dirinya masuk secara utuh lahir batin kepada Tuhan Brahman.

Demikian konsep pralaya (semacam kiamat) menurut Hindu. Yakinlah, pralaya dalam arti Prakrtika Pralaya tidak akan terjadi dalam waktu dekat ini, apalagi dinyatakan akhir tahun ini atau tahun 2012 mendatang. Sedangkan Nitya Pralaya akan terjadi dalam setiap hari, ada makhluk hidup yang mati dan ada yang lahir.

Untuk menyelamatkan diri dari pengaruh buruk pada setiap perjalanan yuga itu, Swami Satya Narayana menyatakan agar manusia berperilaku seperti zaman atau mengikuti yuga sebelumnya. Misalnya, pada zaman treta, Sri Rama dan para pengikutnya berperilaku mengikuti zaman kerta yuga meskipun Sri Rama hidup pada zaman treta yuga. Sedangkan Rahwana berperilaku seperti zaman kali. Karena itu, Sri Rama dengan pengikutnya selamat hidup di bawah lindungan dharma dan Rahwana hancur karena hidup berdasarkan adharma.

Demikian juga Pandawa dengan Sri Krisna hidup pada zaman dwapara yuga, tetapi perilakunya mengikuti zaman kerta dan treta yuga. Dengan demikian Pandawa dan Sri Krisna memenangkan hidup berdasarkan dharma, sedangkan Korawa hancur karena mengikuti cara hidup yang adharma.

Demikianlah kini, kalau ingin selamat dari pengaruh zaman kali, hiduplah seperti zaman dwapara. Bahkan kalau bisa, ikuti treta atau kerta, maka akan selamatlah dari pengaruh buruk zaman kali. Justru pengaruh baiknya yang akan didapatkan.Sumber Canangsari
posted by I Made Artawan @ 17.57   0 comments
Hari Raya PAGERWESI
Selasa, 04 Agustus 2009

Setiap Buda Kliwon Sinta, kita (umat Hindu) merayakan rerahinan Pagerwesi. saya membayangkan daerah-daerah yang mayoritas penduduknya umat Hindu pasti sudah tampak sibuk mempersiapkan sarana upakara untuk merayakan Pagerwesi. Umat, terutama ibu-ibu sudah tampak menghaturkan sesajen atau banten di merajan atau sanggah masing-masing di pagi hari. Beberapa di antara mereka selanjutnya menuju Pura yang ada di desanya masing-masing atau ke Pura Jagatnatha. Karena varna yang berbeda dari umat, masing-masing menyesuaikan waktunya untuk tangkil ke Pura. Para pemangku memberikan pelayanan dengan sabar yang sejak pagi sudah didatangi pemedek guna melakukan persembahyangan. Di Bali khususnya, di Pura-Pura yang sehari-harinya juga menjadi daerah kunjungan wisata, biasanya pemedek tampak berbaur dengan sejumlah wisatawan mancanegara yang memasuki areal pura (non-Utama Mandala) diantar oleh guide-nya. Mereka rupanya ingin menyaksikan dari dekat proses persembahyangan di pura tersebut. Nampaknya umat yang sudah terbiasa dengan situasi itu tidak begitu terpengaruh oleh kehadiran bule-bule tersebut yang sedikit menyesuaikan dalam hal busana walaupun “sraba-srebe”.

RENUNGAN

Dalam melaksanakan kewajiban selaku umat pemuja Brahman, pernahkah kita merenungkan: Apa sesungguhnya hakekat perayaan Pagerwesi? Disebutkan bahwa Pagerwesi sebagai hari payogan Sang Hyang Pramesti Guru, Jiwa Utama Brahman sebagai Guru Tertinggi atau gurunya segala guru.

Tentang nama Brahman yang diberikan sebagai Sang Hyang Pramesti Guru, saya mempunyai pengertian: “Sang” adalah sebutan kehormatan, “Hyang” berarti yang maha, “Pramesti” terdiri dari kata “Parama” yang berarti agung, luhur, tertinggi dan “Isti” berarti permohonan, “Guru” dalam hal ini adalah Guru Swadhyaya yaitu Brahman. Jadi, Sang Hyang Pramesti Guru adalah Jiwa Utama Brahman sebagai Sang Maha Pengabul pada semua permohonan yang luhur.

Perayaan Pagerwesi masih satu rangkaian dengan perayaan Saraswati. Dalam perayaan Saraswati, kita memuja Shakti Brahman sebagai sumber dari segala sumber pengetahuan, dan sumber kebijaksanaan. Setinggi-tingginya ilmu pengetahuan yang dimiliki seseorang, itu tidak akan berarti apa-apa untuk kesempurnaan jiwanya, jika hal itu tidak menuntunnya untuk memuja Brahman yang merupakan pengetahuan murni dirinya. Abdikanlah ilmu pengetahuan yang telah dianugerahkan kepada kita untuk mewujudkan kedamaian dan kesejahteraan bagi alam semesta sesuai dengan varna yang telah ditentukan pada diri kita masing-masing. Komitmen tersebut mesti mampu menjadi pagar atau benteng (“pura” sejati dalam diri) yang kokoh untuk melindungi diri kita dari segala macam godaan selama mengarungi samudera kehidupan. Dengan membekali diri dengan ilmu pengetahuan, umat diharapkan memiliki wawasan yang luas, sekaligus mampu menghadapi berbagai persoalan hidup.
Pada perayaan Pagerwesi ini, mari kita panjatkan permohonan-permohonan dan kukuhkan komitmen-komitmen yang luhur. Berkomitmen untuk melaksanakan dharma lebih baik lagi dari hari-hari sebelumnya.

“yathadityah samudyan vai tamah sarvvam vyapohati,
evam kalvanamatistam sarvvapapam vyapohati.”

(Sarasamuccaya, sloka16)

Kadi kramaning Sang Hyang Aditya, umijil angilangaken petenging rat, mangkana titikaning wong amulahaken ing dharma, angilangaken sakabehing papa.

(Seperti halnya perilaku matahari yang terbit melenyapkan kegelapan dunia, demikianlah ciri-cirinya pada orang yang melaksanakan dharma, adalah memusnahkan segala macam kenistaan jiwa).

Om dirghayuastu tad astu astu,
Om awighnamastu tad astu astu,
Om subhamastu tad astu astu,
Om sriyam bhawantu, sukham bhawantu, purnam bhawantu.
Om a no badrah kratawo yantu wiswatah.

sumber CANANGSARI
posted by I Made Artawan @ 18.32   0 comments
Menyongsong Hari Raya SARASWATI

Seuntai kata untuk Sang Dewi :

“Saraswati, aliran anggun dari kucuran wahyu suci yang agung. Engkau sumber sungai inspirasi yang membawa para seniman kehidupan masuk ke dalam pusaran dan sumber mata air keceriaan. Engkau sumber gelombang kebahagiaan sempurna mengambil bentuk di dalam teratai hati, dan muncul sebagai rangkaian cerita kasih. Tempat suci-Mu ada di lubuk mungil sanubari yang demikian teduh dan bersinar gemilang, di mana pujangga duduk larut dalam perenungan meluncur ke birunya lazuardi kesadaran yang bening.

Di tepi aliran jernih Saraswati, penuh ditumbuhi rumput-rumput pengabdian yang hijau segar seakan takkan pernah layu dan bunga-bunga kasih nan indah semerbak mewangi. Alirannya mengucur, menerpa lembut batu-batu cadas ujian kehidupan, memberi petunjuk, penuntun, tempat di mana tubuh mungil kita mungkin sedang berusaha untuk melewatinya.

Ketika nurani melayang menembus lapisan langit keheningan, nampak jelas taman asri dengan telaga suci-Mu, tempat nan elok di tengah-tengah ladang kehidupan, di mana bunga-bunga kasih putih tumbuh subur, dihiasi tarian merak penuh warna menebar keceriaan, memberi semangat kepada angsa yang tiada berhenti berenang dengan tenang dan bijaksana menelusuri keindahan telaga.

Di liku-liku jalan spiritual, Engkau bersabda, “Aku akan menunjukkan jalan hingga ke puncak gunung “Mahameru”, Aku bersemayam di tengah-tengah kedamaian dan keindahan, mengaduk air kehidupan dan memainkan musik pujangga nurani, Aku bekerja dengan siapa yang diharapkan bisa berbagi untuk dunia, aliran-Ku yang jernih siap mengantarmu untuk meluncur menuruni bukit ketinggian hati yang congkak dan untuk tidak memulai petualangan yang sia-sia lagi, membuat mereka mampu memberi kasih kepada dunia dan tidak menjauh dari Brahman.”

Dari sabda penuh kasih dan suaranya yang merdu, menghapus segala bentuk keraguan, keluar menari dengan ceria untuk dunia, menebar gelombang kreativitas di semua media untuk berekspresi, mengikuti musik dan tarian Brahman yang terjadi secara spontan dan sempurna.

Engkau memberi kesabaran kepada pengerajin, memberi inspirasi kepada seniman, menyusun kata cinta bagi yang sedang berbagi kasih, memberi irama kepada musikus, memberikan semua pengetahuan untuk berkreativitas. Engkau adalah sumber dari segala sumber pengetahuan untuk berkreativitas di alam semesta.

Engkau tidak memiliki rasa permusuhan, dan sama sekali tidak ingin terjangkit dan menjangkiti pertengkaran. Kasih-Mu demikian cantik dan anggun, kegembiraan dari ciptaan yang memiliki rasa kasih. Engkau mengalir di sungai kehidupan, meluncur turun sebagai air terjun dari ketinggian hati, masuk ke dalam pusaran perenungan, dan terangkat kembali dalam gelembung-gelembung gemilang, jatuh menetes memerciki pujangga nurani, mengisinya dengan kasih dan keanggunan alam semesta.

SARASWATI ADALAH DEWI ILMU PENGETAHUAN

Saraswati adalah dewi yang dipuja dalam Agama Weda. Nama Saraswati tercantum dalam Regweda V.75.3 dan juga dalam Sastra Purana (kumpulan ajaran dan mitologi Hindu). Ia adalah dewi ilmu pengetahuan dan seni. Saraswati juga dipuja sebagai dewi kebijaksanaan.

Dalam aliran Wedanta, Saraswati di gambarkan sebagai kekuatan feminin dan aspek pengetahuan, Shakti dari Brahma, Jiwa Utama Brahman sebagai Sang Maha Pencipta. Para penganut ajaran Wedanta meyakini, ilmu pengetahuan dan seni sangat penting dalam kehidupan manusia, dan salah satu sloka di dalam Weda mengatakan bahwa Ia sangat takut dengan orang bodoh. Kebodohan adalah awidya, kegelapan. Di dalam bhuwana alit kita masing-masing, Tri Guna adalah karakteristik dari Brahman itu sendiri; rajas (pencipta), sattwam (pemelihara) dan tamas (pelebur). Bagian dari-Nya yang dikarakterisasikan oleh rajas adalah Brahma, Jiwa Utama penuh kreativitas, Shaktinya adalah Saraswati (ilmu pengetahuan), tanpa ilmu pengetahuan tidak akan ada kreativitas. Bagian dari-Nya yang dikarakterisasikan oleh sattwam adalah Wisnu, Jiwa Utama penuh kasih saying, Shaktinya Sri (kemakmuran). Bagian dari-Nya yang dikarakterisasikan oleh tamas adalah Siwa (Rudra), Shaktinya adalah Durga.

PENGGAMBARAN

Saraswati digambarkan sebagai sosok dewi yang cantik, dengan kulit halus dan bersih, merupakan perlambang bahwa ilmu pengetahuan suci akan memberikan pesona dalam diri. Ia tampak berpakaian dengan dominasi warna putih, terkesan sopan, menunjukan bahwa pengetahuan suci akan membawa mereka yang mendalaminya pada kesahajaan. Saraswati digambarkan duduk atau berdiri diatas bunga teratai, di mana teratai melambangkan keseimbangan dunia, jagat, atau alam semesta. Dalam hal ini teratai diartikan sebagai perlambang bahwa ilmu pengetahuan suci akan memberikan keseimbangan jiwa, sehingga dapat menjalani kehidupan ini dengan penuh ketenangan.

Di dalam penggambaran juga terdapat angsa yang merupakan wahana atau kendaraan suci dari-Nya. Angsa adalah lambang kebijaksanaan. Ilmu pengetahuan suci memberikan kebijaksanaan, dan dengan kebijaksanaan itu pula ilmu pengetahuan suci dapat dikuasai dengan sempurna. Angsa melambangkan penguasaan atas Wiweka dan Wairagya yang sempurna, memiliki kemampuan memilah makanan di antara lumpur, memilah antara yang baik dan yang buruk. Angsa berenang di air tanpa membasahi bulu-bulunya, yang memiliki makna filosofi, bahwa seseorang yang bijaksana dalam menjalani kehidupan layaknya orang biasa tanpa terbawa arus keduniawian.

Selain itu juga terdapat penggambaran merak sebagai perlambang keceriaan. Ilmu pengetahuan suci akan membawa orang pada suasana hati yang senantiasa ceria.

Dewi Saraswati digambarkan memiliki empat lengan yang melambangkan empat aspek kepribadian manusia dalam mempelajari ilmu pengetahuan: pikiran, intelektual, waspada (mawas diri) dan ego. Di masing-masing lengan tergenggam empat benda yang berbeda, yaitu:
1. Lontar (buku), sebagai perlambang Pustaka Suci Weda, ilmu pengetahuan Kebenaran yang universal dan abadi.
2. Ganitri (tasbih, rosario), melambangkan kekuatan meditasi dan pengetahuan spiritual, tanpa awal dan akhir.
3. Wina (kecapi), alat musik yang melambangkan keselaran jiwa, keharmonisan alam semesta.
4. Damaru (kendang kecil), perlambang sumber inspirasi dan semangat hidup, kemampuan mengikuti dinamika kehidupan.

HARI RAYA

Hari Raya Saraswati dirayakan setiap 210 hari sekali, yang jatuh pada hari Saniscara Umanis (Sabtu Legi) wuku Watugunung. sumber CANANGSARI
posted by I Made Artawan @ 18.11   0 comments
Penyadur

Name: I Made Artawan
Home: Br. Gunung Rata, Getakan, Klungkung, Bali, Indonesia
About Me: Perthi Sentana Arya Tangkas Kori Agung
See my complete profile
Artikel Hindu
Arsip Bulanan
Situs Pendukung
Link Exchange

Powered by

Free Blogger Templates

BLOGGER

Rarisang Mapunia
© 2006 Arya Tangkas Kori Agung .All rights reserved. Pasek Tangkas