Organisasi kelompok warga alias soroh atau pasametonan terus bermunculan di Bali. Satu di antaranya yang ter-gres menamakan diri Pratisentana Sira Arya Kanuruhan (PSAK). Untuk apa?
Besakih, 25 Agustus 2006. Jarum jam baru menunjuk angka 08.20 Wita. Cuaca benderang menyelimuti wilayah berketinggian 1.000 meter dari bawah permukaan laut tersebut. Udara dingin terasa menembus kulit. Nyoman Astawa baru saja mematikan kendaraannya di tempat parker. Bersama beberapa temannya pria asal Desa Blusung, Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar ini lalu bergegas melangkah, menuju jaba mandala Pura Besakih. Di sini dia sontak berbaur dengan puluhan orang berbusana adat madia (menengah). Ada sibuk mengatur meja, memasang spanduk. Ada pula mencoba-coba sound system, berlagak pemandu acara beken di televisi. Bertambah siang, kerumunan orang semakin memadat. Laki perempuan, tua muda menyatu, lalu mereka beriringan menuju Wantilan Kesariwarmadewa, di sisi barat Pura Besakih. Jumat Wage, wuku Wayang, kala itu. Kelompok warga Arya Kanuruhan memang punya gawe besar. Mereka menggelar mahasabha (kongres) pertama, pasca-pembentukan wadah organisasi soroh (kewargaan) yang dinamakan Pratisentana Sira Arya Kanuruhan (PSAK). Tidak kurang daripada 1.500 orang tumpah di sana. Mereka datang sebagai utusan trah Arya Kanuruhan dari seantero Bali. Bahkan juga yang bertempat tinggal di Jakarta, Lombok, Lampung, dan dari daerah transmigrasi lain di Tanah Air. Tak terkecuali mereka yang masih menjabat aktif di jajaran birokrasi pemerintahan di Bali, termasuk para panglingsir warga Arya Kanuruhan. “Agenda utama kami adalah ingin lebih mempersatukan warga Arya Kanuruhan yang terdiri atas Arya Tangkas, Arya Brangsinga, dan Arya Pagatepan, selain membentuk struktur kepengurusan serta membuat program kerja PSAK lima tahun ke depan,” tutur Ketua Panitia Mahasabha I PSAK, Prof I Nyoman Suparta. Keinginan menyatukan diri itu dimulai tahun 1993. Satu di antaranya ditunjukkan lewat pembangunan Pura Padarman di Besakih. Pura Padarman ini akan ditopang oleh sekitar 90 ribu warga keturunan Arya Kanuruhan. “Ini tonggak sejarah baru bagi kami,” lanjut Supartha. Berbagai harapan menyerumbat dari kehadiran wadah kewargaan ini. Tak hanya sebagai pemersatu, tapi juga pencerdas warga. Jero Guru Wayan Tabeng, warga keturunan Arya Kanuruhan dari Desa Bayung Gede, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, malah mengingatkan wadah PSAK nantinya tak sebatas menjadi simbol. “Banyak memang harapan yang disandarkan warga terhadap wadah baru ini,” jelas Gede Nurjaya, warga Sira Arya Kanuruhan keturunan Arya Tangkas asal Buleleng, yang kini menduduki kursi Kepala Dinas Pariwisata Daerah Bali. Di antara banyak harapan itu, Nurjaya mencermati ada tiga kunci pokok patut diwujudkan PSAK. Pertama, keturunan Arya Kanuruhan tahu kawitan, leluhur, asal mula mereka hingga sekarang ada di Bali. Kedua, mengetahui pasametonan (keluarga besar). Ketiga, pembinaan ke dalam, supaya warga PSAK bisa melakukan kegiatan-kegiatan sesuai darmaning agama. Dalam kesantunan hidup manusia Bali, berbakti kepada leluhur, eling kepada batara kawitan, memang menjadi teramat penting dilakukan jika orang tak ingin dicap bagaikan kacang lupa kulit. Ingin tahu lebih benderang pasameton juga sangat besar peranannya dalam upaya mempererat tali persaudaraan antarwarga. Tapi, akan lebih penting lagi bila melalui wadah kewargaan orang dapat memberikan kontribusi nyata kepada kemajuan harkat bangsa maupun Bali, bahkan kemanusiaan. Tentu kurang elok andai wadah kelompok-kelompok warga yang tenar dinamakan soroh ini malah dijadikan kuda tunggangan politik. Buat menggalang massa pendukung, misalkan. “Organisasi warga PSAK,” ingat panglingsir warga Arya Kanuruhan, I Wayan Geredeg, “hendaknya jangan disamakan dengan organisasi politik, ataupun organisasi lain. Ini organisasi untuk ngayah, terutama untuk ngempon (bertanggung jawab) terhadap segala kegiatan yang ada di pura padarman.” Lebih jauh lagi, pria yang didaulat sebagai Ketua Umum PSAK 2006-20011 ini, berkeinginan membentuk mental dan spiritual warga lewat eling atau ingat kepada Batara Kawitan. “Jangan diartikan lain-lain, apalagi dikaitkan dengan kegiatan politik. Ini murni ngayah kepada Batara Kawitan,” ingat Geredeg yang juga Bupati Karangasem ini. Ke depan Geredeg berharap bisa terjalin hubungan erat antarwadah pasemetonan. Akan sangat elok jika para panglingsir (pinisepuh) masing-masing pasemetonan atau soroh bisa berkumpul, berembug, memikirkan kemajuan Bali maupun Indonesia ke depan. “Bila memungkinkan membikin satu organisasi untuk seluruh pasemetonan se-Bali,” tuturnya. Berlomba membangun manusia agar berjiwa cemerlang, berotak cerdas dan bernas, kesatria, mampu bersaing di zaman global tentu menjadi dambaan banyak orang. Berkumpul dalam wadah kekerabatan pun boleh-boleh saja. Tapi jauh lebih bernas bila wadah-wadah soroh yang kian merebak di Bali dapat membantu menuntaskan segunung masalah nyata di Pulau Dewata ini: tumpukan sampah, penggundulan hutan, abrasi pantai, alih fungsi dan kepemilikan lahan, pengotoran sungai dan sumber-sumber air, serta barisan persoalan lingkungan hidup lainnya. Tak terkecuali membantu mengurai masalah-masalah kemanusiaan: pengangguran, kemiskinan, buta aksara, anak-anak putus sekolah, anak-anak yatim piatu, penyandang cacat fisik maupun mental. Atau deretan persoalan sosial dan kriminal: gelandangan dan pengemis, korban HIV/AIDS, pelacuran, penyelundupan, perdagangan narkoba, miras, judi, dan lain-lain. Andai tiap wadah soroh peduli, apalagi sanggup, menangani sendiri masalah-masalah kemanusiaan dan sosial bagi warganya masing-masing, bukankah itu merupakan bentuk rasa bakti dan eling amat nyata kepada Batara Kawitan? Andai itu dapat diwujudkan oleh masing-masing soroh, bukan mustahil Bali bisa menjadi surga nyata di Bumi—bukan cuma citra reka-rekaan saudagar pelancongan. I Wayan Sucipta Satu Warih Kebo Taruna Nama warga keturunan Arya Tangkas, Arya Pagatepan, dan Arya Brangsinga, tentu bukan sesuatu yang baru di Bali. Namun, jarang yang mengetahui, dari mana asal muasal ketiga keturunan para arya ini. Bila Anda pernah mendengar sandiwara radio pada era 1980-an, yang mengisahkan tentang kejayaan Kerajaan Singhasari hingga lahirnya Kerajaan Majapahit, atau setidaknya sempat membaca buku perihal kejayaan Raja Raden Wijaya ketika memerintah di Singhasari, tentu sempat selintas teringat atau mendengar seorang abdi kerajaan yang memiliki sifat bijaksana, kstaria, cerdas, jujur, dan tulus bernama Kebo Anabrang. Semasa pengabdiannya, Kebo Anabrang sempat menyandang gelar Senopati Pasukan Pamalayu. Ia mempersuting seorang putri bangsawan dari Singhasari—manakala sudah diganti oleh Kerajaan Majapahit—lalu berputrakan Kebo Taruna. Keberanian, kecerdasan, dan kepiawaian Kebo Anabrang rupanya menurun kepada putranya. Bakat Kebo Taruna sebagai pemimpin sudah muncul sejak anak-anak. Ketika dewasa dan diberi kepercayaan oleh penguasa Majapahit untuk menumpas pemberontakan Patih Nambi di Kadipaten Lumajang, Kebo Taruna menjalankan tugas dengan gemilang. Patih Nambi dan pasukannya dibuat kocar-kacir. Atas keberhasilan tersebut, Kebo Taruna dianugerahi gelar Singa Sardula. Dia diberi jabatan sebagai Kanuruhan, dengan tugas baru: mempersatukan kembali kerajaan-kerajaan yang pernah menjadi pengikut Patih Nambi. Prestasi gemilang Kebo Taruna rupanya terus mendapat perhatian Raja Hayam Wuruk. Dia pun selanjutnya diberi kepercayaan mendampingi Maha Patih Gajah Mada melakukan ekspedisi ke Bali. Tujuannya, mempersatukan kerajaan di seantero Nusantara di bawah satu komando, Kerajaan Majapahit. Setelah berhasil menundukkan kerajaan di Bali, Arya Kanuruhan tak kembali ke Majapahit. Oleh Gajah Mada, semua arya ditugasi mengamankan Bali. Arya Kanuruhan kala itu bertugas di Desa Tangkas, dekat Kerajaan Gelgel. Nah, selama berdiam di Bali mendampingi Sri Kresna Kepakisan yang ditugaskan Raja Majapahit mengatur Bali, Sira Arya Kanuruhan menurunkan tiga putra: Arya Brangsinga, Arya Tangkas, dan Arya Pagatepan. Para keturunannya kini tersebar di seantero Bali, bahkan sampai ke luar Bali. Semula keturunan Sira Arya Kanuruhan memuja leluhur sama-sama di Padarman Puri Klungkung, di Besakih. Sejak tahun 1993 membangun tersendiri Pura Padarman Sira Arya Kanuruhan di areal wilayah Pura Besakih. WS |
join with us at arya-kanuruhan.forumotion.com