Semeton krama Bali sangat percaya karma phala. Hukum karma adalah hukum kekekalan energy. Semesta ini adalah kesunyian abadi, adalah kekosongan abadi. Setiap momentum energy akan memantul kembali kepada sumbernya. Seperti menjatuhkan sebuah batu di air kolam yang tenang. Mula-mula ada gelombang air yang mengarah keluar, arah sentrifugal ( menjauhi sumber gelombang). Tapi kemudian gelombang itu balik lagi kearah sentrifetal, kearah sumber gelombang sehingga terjadi keseimbangan, sehingga permukaan air tenang lagi. Apapun jenis momentum yang dibangkitkan, persis begitu pula yang kembali. Energy kebajikan yang di lontarkan kepada momentum maka energy kebajikan pula yang kembali. Energy kejahatan, kejaliman yang dilontarkan, maka energy itu pula yang berbalik. Seperti orang yang berteriak dibawah tebing curam, gemanya akan memantul kembali. Tetapi pada tebing masih ada pembiasan suara. Pada hukum karma tidak ada pembiasan. Pantulannya sempurna. Pantulannya excelent. Dalam hidup ini semeton bisa saja berkelit, menghindar dari hukum, bisa saja mengakali siapapun, seperti ikan dalam air. Bisa menyelam, bisa menyelinap, bisa muncul dipermukaan. Akan tetapi setelah kematian semeton akan seperti selembar daun kering yang hanyut di sungai. Tidak bisa menghindar. Disinilah momentum karma akan bekerja. Untuk menghindari karma phala semeton krama Bali, akan mempersembahkan semua tindakan, semua pekerjaan kepada Tuhan. Semeton krama Bali akan ngaturang ayah. Sebelum menabuh gamelanpun semeton krama Bali akan maturan canang, nunas rahayu. Semoga semua ini atas kehendaknya. Semoga kita hanya menjadi pengayah, menjadi pelayan Tuhan. Dulu semeton krama Bali memotong hewan hanya pada hari raya dan untuk hari raya.untuk upacara. Untuk persembahan. Zaman dulu tidak ada semeton krama Bali tanpa alasan, tiba-tiba memotong hewan. Karma phala menyebabkan semeton krama Bali, seolah –olah selalu dilihat Hyang Widhi. Selalu diawasi Tuhan. Perbuatan buruk atau baik, ditempat sepi atau ditempat ramai sama saja. Sama –sama bersaksi terhadap alam. Semua tercatat pada hukum karma. Maka semeton krama Bali tidak akan berani mencuri. Tidak akan berani merampok. Tidak akan korupsi. Kecuali sudah tidak menjadi krama lagi. Kecuali sudah tidak takut dengan hukum karma. Kecuali kalau kesadaran Tri Hita Karana telah terbang dari dirinya. penulis dr. I.B Sindhu SpOG Label: Kekekalan Hukum Karma |