Adhaarmika naroyo hi yasya caapya nrtam dhanam Himsaaratasca yo nityam nehaa
sau sukhamedate
(Manawa Dharmasastra IV.170)
Artinya: Hidup penuh dosa apabila mengumpulkan kekayaan dengan cara yang tidak sah. Orang hidupnya selalu gembira bila dapat dapat menyakiti orang lain. Orang yang demikian itu tidak akan pernah mendapatkan kebahagiaan dalam hidupnya di dunia ini maupun di dunia lain.
---
PADA zaman Kali ini banyak oknum pejabat tidak menggunakan jabatannya untuk melayani rakyat. Padahal, rakyat memberikan mereka hidup dengan berbagai fasilitas hidup yang umumnya melebihi kebutuhan hidupnya yang wajar. Meskipun sudah demikian berlebihan, jabatan yang diberikan itu disalahgunakan juga untuk memperkaya diri.
Pejabat penegak hukum pun banyak juga yang menyalahgunakan jabatannya untuk memperkaya diri. Orang yang berperkara itu kan sudah susah, dibuat susah lagi oleh oknum-oknum yang menyalahgunakan jabatannya mencari kekayaan. Dari cara-cara seperti itulah rakyat jadi menderita. Mereka takut berperkara untuk mencari kebenaran dan keadilan kalau tak punya uang. Mereka pun menjadi frustrasi kalau berurusan dengan birokrasi pemerintahan, apalagi mereka tidak memegang segepok uang.
Uang yang tidak syah inilah yang banyak beredar sebagai penyebab derita masyarakat. Proses uang yang tidak syah itu menimbulkan berbagai pihak menderita kecemasan. Cemas itu sumber derita bagi mereka yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam proses munculnya uang yang tidak sah itu.
Dalam kitab Brahma Purana dijelaskan bahwa sarira (badan) yang diberikan oleh Tuhan ini adalah sarana untuk mendapatkan empat tujuan hidup. Empat tujuan hidup itu adalah dharma, artha, kama dan moksha. Dalam kitab itu disebut, artha menjadi salah satu tujuan hidup di dunia ini. Istilah artha (bahasa Sansekerta) berarti "tujuan". Makanya ada istilah parama artha yang artinya tujuan mulia.
Dalam perkembangan berikutnya, kata artha juga berarti segala sesuatu yang memperlancar tercapainya tujuan. Karena itu, uang dan harta benda lainnya juga disebut artha karena uang dan harta benda itu adalah sebagai sarana untuk memperlancar tercapainya tujuan. Mencari uang itu bukanlah sebagai tujuan tertinggi namun sebagai sarana untuk mencapai tujuan hidup.
Mencari uang itu hendaknya sebagai bermain bola. Pemain bola yang baik adalah pemain yang rajin dan gigih mengejar bola. Setelah didapatkan, bola itu diarahkan kepada gawang lawan atau diarahkan kepada kawan agar bola itu diarahkan ke gawang lawan. Mencari bola dan menendang bola dalam permainan sepak bola ada aturan-aturan yang wajib ditaati oleh para pemain.
Demikianlah sesungguhnya dalam hidup, mencari uang itu dapat diumpamakan sebagai bermain bola. Gigihlah berusaha mencari uang asalkan sesuai dengan dharma. Namun begitu, jika dapat uang, gunakanlah uang itu untuk memenuhi kebutuhan hidup berdasarkan dharma dan juga harus ada yang di-danapunia-kan. Semakin lancar peredaran uang itu, makin baiklah fungsi uang itu memberikan kesejahteraan secara adil. Ibarat bola tadi, makin ramai beredar bola itu di lapangan permainan, makin baiklah permainan bola itu. Asal, peredaran bola itu sesuai dengan aturan main bola.
Demikian juga kalau ada orang mengumpulkan uang itu dengan cara yang tidak sah, ibarat seorang pemain memegang sendiri bola itu terus-terusan. Jadinya, permainan bola menjadi terhenti. Demikianlah kalau ada pihak yang mengumpulkan uang dengan cara yang tidak sah. Tidak mendistribusikan uang itu secara adil dapat menimbulkan kemelaratan orang lain. Ini sama dengan membuat macetnya fungsi uang untuk membangun kesejahteraan yang adil.
Dalam ekonomi industri dewasa ini banyak terjadi kemiskinan struktural. Dalam suatu usaha bersama banyak terjadi ketidak-adilan dalam mendistribusikan hasil usaha tersebut. Banyak orang kaya karena hasil memeras tenaga orang lain, bahkan memeras hak-hak rakyat seperti rusaknya lingkungan alam dan lingkungan sosial budaya. Sistem hukum untuk menegakkan kebenaran dan keadilan pun menjadi kacau, banyak uang yang tidak sah beredar di sementara para penegak hukum. Setelah rusak mereka pun pergi mencari tempat baru untuk mengeruk keuntungan yang sama.
Orang yang menumpuk kekayaan seperti itu tidak akan pernah mendapatkan hati yang bahagia dalam hidupnya di dunia ini dan di dunia lain. Yang lebih parah lagi, rakyat banyak juga menjadi menderita tidak dapat kebenaran dan keadilan karena ulah sementara oknum pejabat yang cari uang tidak sah seperti itu.
Demikian juga ada orang yang demikian bahagia kalau dapat menyakiti hati orang lain. Menurut ahli ilmu jiwa Prof Dr Zakiah Darazat, ada orang yang demikian gembira melihat orang lain menderita dan sedih melihat orang lain bahagia. Orang yang demikian itu menderita penyakit gangguan mental. Penyakit gangguan mental seperti itu banyak diderita oleh masyarakat modern. Hal ini disebabkan kehidupan yang dirubung oleh materialisme dan hedonisme. Hal ini akan menyebabkan orang kehilangan integritas diri. Hidup pun makin individualistis.
Nafsu distinski makin kuat menguasai pikirannya untuk mendapatkan perhatian dari lingkungannya. Nafsu distinksi adalah suatu dorongan agar mendapatkan pengakuan lebih dari yang lain. Pengakuan yang seperti itu sangat sulit didapatkan dalam kehidupan sosial yang individualitis seperti ini. Dari sinilah muncul perilaku menyakiti hati orang lain karena kalajengking iri dan kedengkian menguasai diri orang yang tidak kuat daya tahan rohaninya.
Namun, kalau rasa cinta kasih dengan sesama mengalir dalam diri (prema wahini), orang akan sangat bahagia melihat orang lain hidup bahagia dan sukses. Ia pun tidak perlu menyesali diri kalau belum hidup sukses. Hal itu merupakan kemahakuasaan Tuhan mengatur umatnya sesuai dengan Karma dari masing-masing umatnya.