Indriyarthesu vairagyam
anahamkara evaca
janmamrtyujaravyadhi
dukha dosa anudarsanam
(Bhagawad Gita. XIII.8)
Maksudnya: Melepaskan diri dengan ikhlas dari ikatan objek indria, tidak mementingkan diri sendiri, senantiasa merenungkan adanya kelahiran (janma), kematian (mrtyu), umur tua (jara), sakit (vyadi), penderitaan (duhkha), dosa.
UNTUK mencapai kehidupan yang berkualitas, hendaknya diupayakan dengan ikhlas melepaskan diri ikatan objek-objek indria serta tidak sombong dan serakah (ahamkara). Di samping itu, senantiasa merenungkan secara rohani (anu darsanam) tentang kelahiran (janma), kemaian (mrtyu), umur tua (jara), sakit (vyadhi), penderitaan (duhkha) dan dosa.
Indria dalam diri manusia adalah sarana untuk melaksanakan swadharma hidup. Sebagai sarana, indria itu seharusnya berada di bawah kendali pikiran. Indria akan menimbulkan penderitaan jika indria itu justru memperalat pikiran. Dengan kendali pikiran, indria tidak terikat pada objek-objek. Untuk mencapai hal ini tentunya diperlukan berbagai latihan.
Kegiatan ritual dan seremonial keagamaan seyogianya menjadi media untuk melakukan latihan-latihan penguatan pikiran untuk mengendalikan indria. Jangan malahan sebaliknya, ritual dan seremonial keagamaan justru dijadikan ajang untuk membangunkan gejolak indria hidup berhura-hura.
Kualitas hidup akan dapat ditingkatkan dengan melakukan perenungan rohani dengan wawasan hidup yang dalam (anu darsanam) terhadap enam hal sbb.:
Janma Mrtyu - Janma Mrtyu artinya setiap ada kelahiran pasti ada kematian. Kapan kematian itu terjadi, tidak ada yang pasti tahu kecuali Hyang Widhi Wasa. Karena tidak tahunya kita secara pasti beberapa umur kita, maka janganlah menunda-nunda untuk melakukan sesuatu yang baik, benar dan berguna bagi diri kita sendiri maupun untuk orang lain. Upayakan saat kita hidup ini tidak berbuat yang meninggalkan beban menyusahkan bagi generasi yang kita tinggalkan.
Menyangkut kelahiran dan kematian ini, yang patut direnungkan dengan pandangan yang luas adalah terus berkonsentrasi mengusahakan agar setiap ada kesempatan melakukan sesuatu yang baik, benar dan berguna untuk diri dan untuk orang lain. Demikian juga terus berkonsentrasi untuk mencegah agar jangan sampai terjebak melakukan hal-hal yang tidak baik dan tidak benar, terlebih yang akan membebani keturunan kita sendiri.
Jara - Jara artinya umur tua. Setiap yang lahir ada dalam kungkungan ruang dan waktu. Tidak ada makhluk hidup yang bisa menghindari umur tua. Umur tua itu sesuatu yang pasti. Untuk memperkecil risiko buruk karena umur tua, sejak awallah segala sesuatunya dipersiapkan. Renungan menghadapi umur tua itu sangat diharapkan, saat umur semakin tua, sudah disadari risiko-risiko yang akan muncul karena jauh sebelum umur tua itu datang sudah dipersiapkan dengan sebaik-baiknya. Dengan demikian, derita karena umur tua itu dapat diperkecil.
Salah satu cara menghadapi umur tua adalah keikhlasan melepaskan berbagai kebiasaan saat masih muda. Kalau kita tidak ikhlas melepaskan itu, kita akan semakin menderita. Seperti kebiasaan makan, kebiasaan dalam hal kerja, rekreasi dan berbagai kebiasaan lainnya. Ajaran wanaprastha asrama-lah hendaknya dijadikan acuan membangun tradisi kehidupan kalau sudah semakin tua.
Vyadhi - Vyadhi artinya serangan penyakit. Kata-kata bijak dalam menghadapi penyakit adalah "lebih baik mencegah daripada mengobati". Ada tiga sumber datangnya penyakit. Adibautika vyadhi, penyakit yang bersumber dari luar diri, seperti diserang kuman, virus, kena cuaca buruk, kena pukul, kena penghinaan, kecewa atas suatu peristiwa dari luar diri sendiri, dan sejenisnya. Adyatmika vyadhi, penyakit karena penyebabnya dari usnur-unsur dari dalam diri sendiri. Sedangkan adi dewika vyadhi adalah penyakit yang muncul sebagai akibat dari karma pada penjelmaan di masa lampau. Sakit yang demikian ini sulit dicari penyebabnya dari kenyataan saat ini.
Duhkha - Duhkha adalah penderitaan atau kesedihan karena dorongan hidup yang disebut kama tak terpenuhi. Kalau kama terpenuhi sesuai dengan dinamikanya, maka keadaan diri menjadi sukha. Duhkha itu keadaan yang berlawanan dengan sukha. Dalam Bhagawad Gita II.15 ada sebaris sloka-nya menyatakan cara mengelola duhkha dan sukha. Baris sloka tersebut adalah "Samaduhkhamsukham dhiram" yang artinya "seimbang dan teguhlah menghadapi suka dan duka".
Dalam perjalanan hidup ini, suka dan duka akan selalu silih berganti menghampiri dan menerpa hidup ini. Saat suka menghampiri, kita tetap tidak kehilangan keseimbangan diri. Senang tetapi tidak berlebihan. Cukup bersyukur pada Tuhan yang telah memberikan kita keadaan yang membuat kita suka. Saat duka menerpa, kita pun tetap seimbang, tak terlalu sedih. Duka juga karunia Tuhan.
Tuhan tidak akan mengizinkan duka menerpa hidup kita kalau kita tak pernah membuat orang lain duka sebelumnya. Dengan diterpa duka berarti sedang terjadi penyucian karma atas karma yang membuat orang lain duka yang pernah kita perbuat sebelumnya. Duka yang menerpa hendaknya diyakini sebagai pengambilan karma buruk kita. Karena itu, tidak perlu dendam pada orang yang membuat kita duka. Kalau duka itu sampai menimbulkan akibat hukum, maka hukum tetap ditegakkan, tanpa dendam. Dengan renungan ini, maka duka tidak terlalu menjadi beban yang memberatkan hidup ini.
Dosa - Dosa muncul karena karma yang asubha karma. Renungan spiritual pada Tuhan dapat menumbuhkan kewaspadaan untuk memperkecil perbuatan dosa. Untuk lepas sama sekali pada perilaku dosa mungkin sesuatu yang amat muskil. Pada zaman Dwapara saja Pandawa kena juga dosa meskipun kecil. Apalagi di zaman Kali ini, godaan untuk berbuat dosa atensinya amat tinggi. Karena itu, renungan rohani zaman Kali ini perlu ditingkatkan kualitas dan kuantitasnya. Oleh I Ketut Wiana