Adbhirgatrani suddhyanti,
manah satyena suddhyanti
widyatapobhyam bhutatma
budhhir jnyanena suddyanti. (Manawa Dharmasastra, V.109)
Maksudnya: Badan dibersihkan dengan air, pikiran disucikan dengan kebenaran dan kejujuran (satya), atman dibersihkan dengan ilmu pengetahuan suci dan tapa brata, budhi disucikan dengan jnyana.
HARI Raya Saraswati adalah hari raya untuk mengingatkan umat Hindu untuk memuja Tuhan sebagai sumber dan pencipta ilmu pengetahuan. Pemujaan Tuhan sebagai pencipta ilmu pengetahuan untuk memotivasi umat agar senantiasa mencari ilmu untuk memelihara dan mengembangkan ilmu pengetahuan tersebut.
Karena itu hari raya Saraswati dinyatakan dalam Pustaka Hindu sebagai Hyang-hyangning pangeweruh. Kata ''Hyang dalam bahasa Jawa Kuna artinya suci. Kata ''pangeweruh'' artinya ilmu pengetahuan. Maksudnya adalah agar umat Hindu senantiasa mencari ilmu pengetahuan dengan niat suci dan juga bertujuan yang suci.
Karena dalam kekawin Nitisastra IV, 19 ada dinyatakan bahwa ilmu pengetahuan (guna) itu dapat menimbulkan kemabukan atau timira. Mabuk karena ilmu pengetahuan sebagai salah satu dari unsur Sapta Timira atau tujuh kemabukan. Dalam Nitisastra tersebut dinyatakan bahwa barang siapa yang tidak mabuk oleh Sapta Timira itu dialah orang disebut ''Sang Mahardika'' atau orang yang merdeka dan dapat dijadikan ''Pinandita''.
Jenjang pinandita inilah sebagai tangga menuju pandita sebagai jenjang yang lebih tinggi melalui proses diksita. Karena itu perayaan harirRaya Saraswati dilakukan setiap Saniscara Umanis Watugunung agar umat Hindu tidak mabuk karena ilmu dan senantiasa ingat akan makna ilmu pengetahuan itu untuk tujuan yang mulia dan suci.
Ilmu itu ada yang disebut Para Widya dan Apara Widya. Para Widya itu ada yang tergolong jnyana yaitu ilmu pengetahuan suci untuk membangun kesadaran spiritual. Kesadaran spiritual itu untuk memberikan landasan moral dan mental pada dinamika kecerdasan intelektual. Daya spiritual yang melandasi kecerdasan intelektual untuk melandasi kepekaan emosional agar diwujudkan untuk membina kelestarian alam lingkungan dengan asih dan mengabdi pada sesama manusia dengan punia sebagai wujud bhakti pada Tuhan.
Dalam Pustaka Bhuwana Kosa VIII.2-3 dinyatakan ada lima jenis penyucian yaitu Patra Sauca, Pertiwi Sauca, Jala Sauca, Bhasma Sauca dan Jnyana Sauca. Patra Sauca adalah penyucian dengan daun yang mengandung chlorofil. Pertiwi Sauca adalah tanah itu sebagai sumber penyucian. Dengan kekuatan tanah berbagai kekotoran dapat dirubah menjadi sesuatu yang berguna.
Jala Sauca adalah penyucian dengan air. Air dalam bahasa Sansekerta disebut jala. Air dalam pustaka Canakya Nitisastra salah satu unsur dari Triji Ratna Permata Bumi. Dua unsur Triji Ratna Permata Bumi itu adalah tumbuh-tumbuhan bahan makanan/bahan obat-obatan dan Subha Sita. Manusia akan keracunan kalau unsur air seara drastis menurun dalam tubuh manusia.
Bhasma Sauca artinya abu suci sebagai sarana untuk melambangkan penyucian diri. Abu suci itu dalam tradisi agama Hindu Siwa Sidhanta adalah dilambangkan dengan sarana serbuk cendana dengan sedikit air kunyit. Kata ''bhasma'' dalam bahasa Sansekerta artinya abu suci. Jnyana Sauca artinya penyucian dengan ilmu pengetahuan.
Menurut Pustaka Bhuwana Kosa penyucian dengan ilmu pengetahuan inilah dinyatakan sebagai penyucian yang paling utama. Dalam Bhuwana Kosa dinyatakan: anghing Jnyana Soca juga lewih saking soca kabeh, ya kita aprameya phalanya... Artinya Jnyana Soca inilah yang paling utama di antara semua soca (penyucian) itu karena pahalanya tiada terhingga.
Memang hidup dengan ilmu pengetahuan akan semakin cerah dan tertuntun dengan baik perjalanan hidup kita ini sepanjang ilmu itu dicari dan digunakan secara baik, benar dan tepat serta tidak mabuk oleh ilmu pengetahuan tersebut.
Salah satu tujuan pemujaan Tuhan sebagai Dewi Saraswati yaitu Dewi-nya ilmu pengetahuan adalah untuk mencegah agar jangan manusia mabuk oleh karena kemampuannya menguasai ilmu pengetahuan tersebut. Kekawin Nitisastra II.5 ada dinyatakan sebagai berikut: Norana mitra mangeluwihaning wara guna maruhur. Artinya tidak ada sahabat yang melebihi bersahabatan dengan ilmu pengetahuan yang luhur.
Saraswati adalah nama dewi, Sakti Dewa Brahma (dalam konteks mitologi, sakti diartikan istri). Sakti sesungguhnya berarti kekuatan yang terwujud dari kemampuan menguasai ilmu serta menerapkannya sampai ilmu itu berguna untuk meningkatkan kwalitas hidup.
Karena itu pengertian sakti dalam Wrehasati Tattwa 14 dinyatakan sebagai berikut: Sakti ngarania sangsarwa jnyana sarwa karta. Maksudnya: Sakti namanya adalah mereka yang memiliki banyak ilmu dan banyak karya berdasarkan ilmu yang dimiliki. Dengan demikian Dewa Brahma adalah sinar suci Tuhan dalam wujud nyata spiritual Tuhan dalam menciptakan ilmu pengetahuan.
Sedangkan Dewi Saraswati adalah aspek Tuhan dalam mewujudkan ilmu itu menjadi nyata di bumi ini sehingga dapat didaya gunakan oleh manusia untuk dijadikan pegangan dalam menyelenggarakan dalam membenahi hidupnya di bumi ini agar menjadi semakin baik dan benar untuk mencapai kehidupan yang bahagia di jalan Tuhan.
Dewasa ini pada kenyataannya banyak sekali kejadian yang muncul karena penyalahgunaan iptek tersebut sampai menimbulkan banyak penderitaan hidup. Mengapa hal itu terjadi, karena motivasi mencari dan menggunakan ilmu masih banyak tidak dilandasi sebagai wujud bhakti pada Tuhan dengan wujud kasih pada dalam lingkungan dan melakukan pengabdian (punia) pada sesama umat manusia dalam. Mencari dan menggunakan iptek itu dengan motivasi asih, punia sebagai wujud bhakti pada Tuhan.
Itulah tujuan utama dari perayaan Saraswati. Bhakti pada Tuhan tanpa wujud asih dan punia akan menimbulkan beragama hanya formalitas saja. Beragama yang hanya formalistis saja akan menjadi beban hidup yang memberatkan. sumber I Ketut Wiana