Di India Selatan ada sebuah kota bemama Mahilaropyam. Tidak jauh dari kota itu berdirilah sebuah pohon beringin yang besar dengan cabang dan ranting yang tak terhingga banyaknya. Di pohon ini tinggal Meghavarana, raja burung gagak, bersama rombongannya yang sangat banyak. Di dalam sebuah goa, dekat dengan pohon tersebut tinggallah Arimaradana, raja burung hantu bersama pacarnya. Raja gagak mengira burung hantu itu terbang keliling di sekitar pohon beringin tersebut dan membunuh burung gagak manapun yang dapat mereka tangkap. Akibatnya, jumlah burung gagak mulai berkurang cepat.
Pada suatu hari, Meghavarana berunding dengan lima menterinya: Ujjeevi, Sanjeevi, Anujeevi, Prajeevi dan Chiranjeevi. "Saudara-saudara sekalian, musuh kita berbahaya dan tak mengenal lelah. Karena dia mengetahui bagaimana caranya mendapatkan untung dari suatu keadaan. Makanya dia selalu menyerang dimalam hari. Dia berhasil membunuh kita dalam jumlah besar. Karena bagaimana mungkin kita berperang melawannya dalam keadaan gelap gulita, ketika kita tidak sanggup melihat. Sebaliknya, pada siang hari kita tidak mungkin bisa menyerangnya, karena kita tidak mengetahui dimana benteng burung-burung hantu itu. Dengan demikian, sekarang kita harus memilih di antara enam metode diplomasi: perdamaian, peperangan, mundur, pertahanan, meminta bantuan sekutu atau tipu muslihat" Setelah berhenti beberapa lama ia melanjutkan, "Yang mana lebih baik kita lakukan? Pikirlah matang-matang dan beritahu aku."
"Ujjeevi, sahabatku, menurut pendapatmu, apa saranmu untuk kita lakukan?"
"Yang Mulia," Jawab Ujjeevi. "Arimaradana, sangat kuat menyerang pada waktu yang tepat sehingga kita tidak memiliki kesempatan berperang dengannya. Brihaspati telah mengatakan: buatlah perdamaian dengan seorang musuh yang sekuat Anda, karena di dalam pertempuran antara kekuatan yang sama, kemenangan bertahan seimbang. Jangan bertempur seandainya tidak yakin berhasil."
Ujjeevi menasihati raja untuk membuat perdamaian. Kemudian sang raja mengalihkan perhatiannya kepada Sanjeevi.
"Sanjeevi, sahabatku, aku ingin mendengar pendapatmu."
"Yang Mulia," jawab Sanjeevi. "Arimaradana, sangat kejam dan tidak memiliki etika. Perdamaian dengan orang seperti itu tidak bisa berlangsung lama. Hamba sarankan kita mesti bertempur dengannya. Sebagaimana dikatakan: seandainya orang lemah penuh dengan kobaran semangat, dia sanggup menghancurkan musuh yang lebih kuat, bagaikan seekor singa membunuh seekor gajah dan menguasai seluruh wilayahnya.
Sanjeevi menasehati raja untuk berperang. Kemudian raja mengalihkan perhatiannya kepada Anujeevi.
"Anujeevi, temanku, engkau juga menyatakan pandanganmu?"
"Yang Mulia," Jawab Anujeevi. "Arimaradana, lebih kuat dari kita, maka kita tidak sanggup melawannya. Dia juga kejam dan tanpa etika, jadi kita tidak bisa membuat perdamaian dengannya, karena perdamaian seperti itu tidak akan berlangsung lama. Maka hamba sarankan untuk mundur. Seperti dikatakan: seekor biri-biri jantan mundur untuk menyerang dan seekor singa membungkukkan badan untuk menerkam mangsanya.
Kemudian sang raja berpaling pada Prajeevi.
"Prajeevi, sahabatku, apa yang engkau pikirkan?" "Yang Mulia," Jawab Prajeevi. "Di dalam benak hamba, ketiga saran ini, perdamaian, perang dan mundur, tidak berguna. Hamba pikir tindakan yang paling tepat adalah pertahanan. Karena dikatakan: seekor buaya di dalam air sanggup menyeret seekor gajah, namun di luar di daratan, dia diganggu oleh seekor anjing belaka. Dan sebuah anak panah, mampu menahan seratus orang musuh. Tetapi, dia yang di hadapan seorang musuh yang kuat, daripada mempertahankan dirinya, meninggalkan tempatnya, tidak akan pernah tampak lagi. Dengan demikian, pertahanan merupakan tindakan yang tepat."
Selanjutnya Meghavarana berpaling kepada Chiranjeevi. "Chiranjeevi, sahabatku apa yang engkau pikirkan?
"Yang Mulia, di dalam benak hamba mencari bantuan dari sekutu adalah satu-satunya jawaban. Karena dikatakan: nyala api, tanpa bantuan angin akan padam.
Akhirnya raja burung hantu tersebut berpaling kepada Sthirajeevi, seorang menteri tua yang sekaligus juga ayahnya.
"Aku telah menanyakan semua pendapat para menteri dihadapan Anda. Anda telah mendengarkan semuanya, mohon beritahukan aku jalan yang benar untuk kami lakukan."
"Yang mulia", jawab Sthirajeevi, "Semua menteri sudah mengemukakan pandangan mereka sesuai dengan Nitisastra. Tindakan yang mereka sarankan tentu saja memberikan hasil yang baik, namun dalam situasi dan kondisi yang berbeda. Akan tetapi dalam masalah ini, kita hendaknya menggunakan tipu daya, karena dikatakan: hanya tipu daya yang efektif, apabila menghadapi musuh sangat kuat. Seperti gula merah, pertama-tama encer kemudian kental, maka orang bijaksana pertama-tama membanggakan musuhnya dan setelah itu membinasakannya."
"Sekarang, yang mulia harus lakukan adalah temukan titik-titik kelemahan musuh, kemudian dapatkan manfaat dari kelemahan tersebut pada waktu yang tepat.
"Bagaimana aku bisa tahu titik-titik kelemahannya," kata sang raja.
"Karena aku bahkan tidak tahu dimana dia tinggal dan tidak mempunyai hubungan apapun dengannya."
"Kita bisa menggunakan mata-mata," jawab Sthirajeevi. Sebagaimana dikatakan: para binatang dibimbing oleh indria penciuman mereka, para brahmana dibimbing oleh Veda, para raja dibimbing oleh mata-mata dan orang-orang lain dibimbing oleh dua mata mereka."
Setelah mendengar saran ini, Meghavarana berkata kepada Sthirajeevi, "Namun beritahukan aku, mengapa permusuhan yang mematikan ini terjadi diantara burung gagak dan burung hantu? Pasti ada alasan menarik mengenai hal itu."
|