Berbakti kepada Leluhur
Abhivaadanasiilasya nityam vrdhopasevinah, Catvaari tasya vardhante kiirtiraayuryaso balam. (Sarasamuscaya 250) Maksudnya: Pahala bagi yang berbakti kepada leluhur ada empat yaitu: kirti, ayusa, bala, dan yasa. Kirti adalah kemasyuran, ayusa artinya umur panjang, bala artinya kekuatan hidup, dan yasa artinya berbuat jasa dalam kehidupan. Hal itu akan makin sempurna sebagai pahala berbakti pada leluhur. BERBAKTI kepada leluhur dalam rangka berbakti kepada Tuhan sangat dianjurkan dalam kehidupan beragama Hindu. Dalam Mantra Rgveda X.15 1 s.d. 12 dijelaskan tentang pemujaan leluhur untuk memperkuat pemujaan kepada Tuhan. Dalam Bhagawad Gita diajarkan kalau hanya berbakti pada bhuta akan sampai pada bhuta. Jika hanya kepada leluhur akan sampai pada leluhur, kalau berbakti kepada Dewa akan sampai pada Dewa. Karena itu, berbakti kepada bhuta, pitra dan dewa dalam rangka berbakti kepada Tuhan. Dalam Manawa Dharmasastra ada sloka yang menyatakan, bakti kepada leluhur mendahului berbakti kepada Tuhan. Karena bakti sebelumnya akan memperkuat bakti selanjutnya. Bakti kepada Tuhanlah bakti yang tertinggi. Sedangkan bakti sebelumnya adalah bakti untuk mendorong dan memperkuat bakti kepada Tuhan. Berbakti kepada leluhur ada yang dilakukan dengan sendiri-sendiri (Ekanta). Ada dengan cara bersama-sama (Samkirtanam). Berbakti kepada Tuhan bisa dengan cara yang berbeda-beda antara satu daerah dengan derah lain. Demikian juga cara berbakti kepada leluhur itu ada yang berbeda antara satu keluarga atau Soroh dengan Soroh yang lainnya. Hal itu syah-syah saja. Menerapkan ajaran Hindu agar sukses memang harus disesuai dengan Iksha, Sakti, Desa dan Kala. Tetapi yang terpenting jangan bertentangan dengan tattwa atau prinsip pemujaan leluhur itu sendiri. Seperti halnya umat Hindu di Lombok Barat ada sebagian keluarga Hindu memuja leluhur atau Dewa Pitaranya dengan istilah Upacara Ngesanga tidak pada Sasih Kesanga tetapi pada Sasih Kaulu. Mengapa hal ini terjadi tentunya sangat menarik sebagai objek studi banding para intelektual Hindu. Apa tidak mungkin disebabkan pada Sasih Kesanga umat Hindu menurut Lontar Sunarigama dan Sang Hyang Aji Swamandala melakukan Upacara Melasti dengan fokus pemujaan kepada Tuhan (ngiring prawatek Dewata). Pemujaan kepada Tuhan pada Sasih Kesanga maka didahului oleh pemujaan Leluhur pada Sasih Kaulu. Kalau demikian yang menjadi alasan melakukan Upacara Ngesanga untuk memuja leluhur pada Sasih Kaulu, hal itu justru sangat tepat sesuai dengan kecap Sastra Agama. Artinya pemujaan leluhur pada Sasih Kaulu untuk memperkuat pemujaan kepada Tuhan melalui Melasti pada Sasih Kesanga. Karena pemujaan leluhur itu untuk memperkuat pemujaan kepada Tuhan pada Sasih Kesanga maka upacara tersebut disebut Upacara Ngesanga. Pemujaan leluhur seperti itu sangat patut dipelihara terus karena pemujaan leluhur dalam rangka memperkuat pemujaan kepada Tuhan akan memberi empat pahala mulia sebagaimana dinyatakan dalam kutipan Sloka Sarasamuscaya 250 diatas. Kirti, Ayusa, Bala dan Yasa akan semakin sempurna didapatkan kalau pemujaan leluhur itu selalu dilakukan untuk memperkuat pemujaan kepada Tuhan Kirti yaitu kemasyuran. Kemasyuran itu tidak sama dengan terkenal. Terkenal itu bisa negatif dan bisa positif. Tetapi kemasyuran itu adalah terkenal karena kebaikan. Kemuliaan dan kebenaran yang dilakukan oleh seseorang. Kemasyuran bukan tujuan dalam melakukan kebaikan, kemuliaan dan kebenaran itu. Kemasyuran itu hanyalah pahala dari Tuhan. Ayusa tidaklah sama dengan panjang usia. Ayusa itu adalah kemampuan menggunakan sebagian besar waktu dalam hidup ini untuk melakukan Dharma. Apabila paruh hidup ini tidak digunakan untuk berbuat Dharma sama dengan orang mati alias tidak berumur. Demikian diajarkan dalam Sarasamuscaya. Jadi Ayusa itu sebagian terbesar waktunya digunakan berbuat ayu dalam hidup ini. Bala artinya power atau kekuatan. Orang kuat itu adalah orang yang sehat secara fisik dan mental. Mampu memecahkan berbagai permasalahan hidup dan mampu menghadapi berbagai godaan hidup. Sedangkan pahala yang keempat yang akan diperoleh sebagai pemuja leluhur yang baik adalah Yasa. Mendapatkan kekuatan dan kesempatan yang tepat untuk berbuat yasa dalam hidup ini sungguh tidak gampang. Namun bagi yang tekun memuja leluhur dalam rangka memuja Tuhan, kesempatan dan kekuatan untuk berbuat jasa itu akan diperoleh sebagai pahala yang dianugrahkan oleh Tuhan. I Ketut Gobyah |