Refrensi Pasek Tangkas |
Untuk menambah Referensi tentang Arya Tangkas Kori Agung, Silsilah Pasek Tangkas, Babad Pasek Tangkas, Perthi Sentana Pasek Tangkas, Wangsa Pasek Tangkas, Soroh Pasek Tangkas, Pedharman Pasek Tangkas, Keluarga Pasek Tangkas, Cerita Pasek Tangkas. Saya mengharapkan sumbangsih saudara pengunjung untuk bisa berbagi mengenai informasi apapun yang berkaitan dengan Arya Tangkas Kori Agung seperti Kegiatan yang dilaksanakan oleh Keluarga Arya Tangkas Kori Agung, Pura Pedharman Arya Tangkas Kori Agung, Pura Paibon atau Sanggah Gede Keluarga Arya Tangkas Kori Agung, Keluarga Arya Tangkas Kori Agung dimanapun Berada Termasuk di Bali - Indonesia - Belahan Dunia Lainnya, sehingga kita sama - sama bisa berbagi, bisa berkenalan, maupun mengetahui lebih banyak tentang Arya Tangkas Kori Agung. Media ini dibuat bukan untuk mengkotak - kotakkan soroh atau sejenisnya tetapi murni hanya untuk mempermudah mencari Refrensi Arya Tangkas Kori Agung. |
Dana Punia |
Dana Punia Untuk Pura Pengayengan Tangkas di Karang Medain Lombok - Nusa Tenggara Barat
Punia Masuk Hari ini :
==================
Jumlah Punia hari ini Rp.
Jumlah Punia sebelumnya Rp.
==================
Jumlah Punia seluruhnya RP.
Bagi Umat Sedharma maupun Semetonan Prethisentana yang ingin beryadya silahkan menghubungi Ketua Panitia Karya. Semoga niat baik Umat Sedharma mendapatkan Waranugraha dari Ida Sanghyang Widhi – Tuhan Yang Maha Esa.
Rekening Dana Punia
Bank BNI Cab Mataram
No. Rekening. : 0123672349
Atas Nama : I Komang Rupadha (Panitia Karya)
|
Pura Lempuyang |
Pura Lempuyang Luhur terletak di puncak Bukit Bisbis atau Gunung Lempuyang, ... Pura Lempuyang itu merupakan stana Hyang Gni Jaya atau Dewa Iswara. |
Berbakti |
Janji bagi yang Berbakti kepada Leluhur
BERBAKTI kepada leluhur dalam rangka berbakti kepada Tuhan sangat dianjurkan dalam kehidupan beragama Hindu. Dalam Mantra Rgveda X.15 1 s.d. 12 dijelaskan tentang pemujaan leluhur untuk memperkuat pemujaan kepada Tuhan. Dalam Bhagawad Gita diajarkan kalau hanya berbakti pada bhuta akan sampai pada bhuta. Jika hanya kepada leluhur akan sampai pada leluhur, kalau berbakti kepada Dewa akan sampai pada Dewa. |
Mantram Berbakti |
Berbakti kepada Leluhur
Abhivaadanasiilasya nityam vrdhopasevinah,
Catvaari tasya vardhante kiirtiraayuryaso balam.
(Sarasamuscaya 250)
Maksudnya:
Pahala bagi yang berbakti kepada leluhur ada empat yaitu: kirti, ayusa, bala, dan yasa. Kirti adalah kemasyuran, ayusa artinya umur panjang, bala artinya kekuatan hidup, dan yasa artinya berbuat jasa dalam kehidupan. Hal itu akan makin sempurna sebagai pahala berbakti pada leluhur. |
Ongkara |
"Ongkara", Panggilan Tuhan yang Pertama
Penempatan bangunan suci di kiri-kanan Kori Agung atau Candi Kurung di Pura Penataran Agung Besakih memiliki arti yang mahapenting dan utama dalam sistem pemujaan Hindu di Besakih. Karena dalam konsep Siwa Paksa, Tuhan dipuja dalam sebutan Parama Siwa, Sada Siwa dan Siwa sebagai jiwa agung alam semesta. Sebutan itu pun bersumber dari Omkara Mantra. Apa dan seperti apa filosofi upacara dan bentuk bangunan di pura itu? |
Gayatri Mantram |
Gayatri Mantram
Stuta maya varada vedamata pracodayantam pavamani dvijanam.
Ayuh pranam prajam pasum kirtim dravinan brahmawarcasam
Mahyam dattwa vrajata brahmalokam.
Gayatri mantram yang diakhiri dengan kata pracodayat, adalah ibunya dari empat veda (Rgveda, Yayurveda, Samaveda, Atharwaveda) dan yang mensucikan semua dosa para dvija. Oleha karena itu saya selalu mengucapkan dan memuja mantram tersebut. Gayatri mantram ini memberikan umur panjang, prana dan keturunan yang baik, pelindung binatang, pemberi kemasyuran, pemberi kekayaan, dan memberi cahaya yang sempurna. Oh Tuhan berikanlah jalan moksa padaku. |
Dotlahpis property |
|
|
Tapak Dara |
Kamis, 11 Oktober 2007 |
MUNCULNYA tanda tapak dara di berbagai tempat pemujaan umat Hindu di Bali, patut menjadi perhatian kita semua terutama umat Hindu di Bali, dengan sikap tenang, waspada dan introspeksi diri. Yang sangat penting perlu kita perhatikan adalah menggunakan pijakan yang tepat dalam menanggapi siptan jagat atau tanda-tanda zaman tersebut. Simbol tapak dara dengan menggunakan kapur sirih itu adalah salah satu bentuk simbol budaya Hindu di Bali.
Dari segi bentuk simbol, tapak dara tersebut tampaknya sangat lokal. Namun, di balik simbol dalam bentuk lokal tersebut terdapat makna yang bernilai universal.
Simbol tapak dara sudah ada dari zaman lampau, digunakan dalam kehidupan beragama Hindu dalam wujud budaya Bali. Simbol tersebut ada digunakan secara rutin dan ada juga secara insidental.
Pada setiap Sasih Kaenem umumnya terjadi wabah yang disebut gering, sasab dan merana. Gering adalah wabah yang menimpa manusia. Sasab adalah wabah penyakit yang menimpa ternak, sedangkan merana adalah wabah yang menimpa tumbuh-tumbuhan. Sebelum wabah itu muncul umat Hindu Bali umumnya mengenakan simbol tapak dara di depan pintu masuk rumah masing-masing. Di samping simbol tapak dara disertai juga daun pandan berduri yang disebut pandan wong disertai dengan benang tri dhatu yaitu benang merah, hitam dan putih dililitkan menjadi satu.
Simbol tapak dara itu juga digunakan dalam pengobatan tradisional. Tanda tapak dara dari kapur sirih sering digoreskan oleh balian pada bagian tubuh yang dirasakan sakit dalam pengobatan sebagai salah satu sarana pengobatan tradisional.
Simbol-simbol tradisional sesungguhnya mengandung makna universal. Disebut tapak dara karena bentuknya menyerupai bekas kaki burung dara atau burung merpati. Hal ini melambangkan simbol Swastika dalam bentuk khas budaya Hindu di Bali. Dalam ajaran Hindu alam beserta isinya ini berproses dalam tiga tahap yaitu Srsti, Swastika dan Pralaya. Proses alam disebut Srsti, artinya keadaan alam baru dalam proses tercipta. Kemudian dalam proses Swastika artinya proses alam dalam keadaan stabil serba seimbang. Kalau sudah waktunya alam pun akan mengalami proses Pralaya yaitu proses yang alami menjadi kembali pralina menuju sumbernya yaitu kepada Sang Pencipta.
Jadi tapak dara itu adalah lambang keseimbangan. Ini artinya, munculnya tanda tapak dara di Bali ini sepertinya untuk mengingatkan kita warga Bali agar selalu bersikap dan berbuat seimbang. Dalam ajaran Hindu ada konsep Tri Para Artha yaitu Asih, Punia dan Bhakti. Wujud beragama yang seimbang adalah Asih yaitu mengasihi alam beserta dengan isinya. Punia artinya melakukan pengabdian pada sesama umat manusia sesuai dengan swadharma masing-masing. Bhakti adalah wujud beragama tertinggi yang berbakti kepada Tuhan. Tiga cara beragama itulah yang wajib dilakukan secara seimbang. Dengan demikian simbol tapak dara itu berarti secara vertikal, ke atas sebagai lambang untuk berbakti kepada Tuhan, ke bawah wujud kasih sayang pada semua makhluk hidup. Sedangkan silang yang horizontal berarti wujud pengabdian yang bersifat timbal balik kepada sesama.
Munculnya tapak dara di Bali seperti mengingatkan warga Bali agar menegakkan kembali makna simbol tersebut dalam hidup ini. Penggunaan simbol tapak dara dengan pandan wong dan benang tri dhatu semakin pudar di Bali. Penggunaannya secara simbolis boleh saja sedikit pudar, tetapi yang tidak boleh pudar adalah memaknai nilai-nilai tersebut dalam perilaku sehari-hari.
Penggunaan kapur juga dalam tradisi Hindu di Bali memiliki nilai universal. Kalau umat Hindu melaspas rumah misalnya tiang penyangga rangka atap rumah yang disebut tugeh diolesi kapur sirih, arang dan darah ayam merah. Ini lambang pengurip-urip. Jadi olesan kapur sirih itu juga bermakna untuk memotivasi umat lebih mendinamiskan kehidupan menuju yang lebih baik dan benar. Penggunaan pandan wong dalam mitologi Hindu di Bali sebagai lambang senjata untuk mengalahkan sifat-sifat keraksasaan. Pandan itu lambang senjata dan wong itu artinya manusia. Jadi yang paling baik digunakan untuk mengalahkan sifat-sifat negatif dalam masyarakat adalah nilai-nilai kemanusiaan, bukan nilai kekerasan bagaikan raksasa.
Simbol benang tri dhatu gabungan benang merah, hitam dan putih yang menyertai pandan wong juga memiliki arti yang universal. Benang tri dhatu itu lambang proses hidup seimbang menciptakan, memelihara dan meniadakan sesuatu yang patut diciptakan, dipelihara dan dihilangkan. Tampaknya pengertian yang sudah demikian mentradisi itulah yang dijadikan pegangan oleh warga Bali dalam menanggapi munculnya tanda tapak dara di berbagai pelinggih tempat pemujaan di Bali.
Kejadian tersebut sebaiknya dihadapi sebagai suatu kenyataan yang sedang terjadi dan tidak mungkin ditolak. Terimalah hal itu sebagai suatu gejala zaman. |
posted by I Made Artawan @ 20.12 |
|
|
|
Penyadur |
Name: I Made Artawan
Home: Br. Gunung Rata, Getakan, Klungkung, Bali, Indonesia
About Me: Perthi Sentana Arya Tangkas Kori Agung
See my complete profile
|
Artikel Hindu |
|
Arsip Bulanan |
|
Situs Pendukung |
|
Link Exchange |
|
Powered by |
|
Rarisang Mapunia |
|
|