Sekala dan Niskala bagi umat Hindu di Bali sudah merupakan Subha Sita seperti istilah dalam pustaka Canakya Nitisastra. Subha Sita artinya kata-kata bijak sebagai salah satu dari tiga ratna permata bumi. Sekala dan niskala seyogianya menjadi pedoman hidup orang-orang Bali dalam menata berbagai aspek kehidupannya. Seperti apakah membangun Bali yang seimbang secara sekala dan niskala? ======================================================== AGAMA Hindu bukan agama yang hanya mengajarkan tentang kerohanian untuk mencapai sorga atau moksha. Agama Hindu justru mengajarkan tentang kehidupan yang seimbang dan terpadu antara kehidupan jasmaniah dan rohaniah. Hal ini dapat kita lihat dari penerapan sistem religi Hindu yang memotivasi umat Hindu di Bali agar membangun kehidupannya secara sekala dan niskala. Dari sistem pemujaan saja dari tingkat Kahyangan Jagat sampai tingkat pemujaan keluarga terdapat simbol-simbol sakral untuk membangun kehidupan yang seimbang itu. Di tingkat Kahyangan Jagat ada Pura Besakih sebagai Pura Purusa dan Pura Batur sebagai Pura Pradana. Pemujaan Tuhan di tingkat pemujaan keluarga ada Pelinggih Limas Catu dan Limas Mujung sebagai simbol pemujaan untuk memotivasi umat agar membangun kehidupannya secara seimbang sekala dan niskala. Demikian juga dalam sistem ritual keagamaan Hindu di Bali juga amat banyak yang mengandung nilai-nilai yang bermakna untuk mendorong kehidupan yang seimbang sekala dan niskala. Apa lagi dalam naskah-naskah sastra Hindu di Bali sudah sangat banyak sekali yang mengajarkan tentang membangun kehidupan yang seimbang itu. Dilihat dari sistem nilai tersebut Bali sudah sangat kaya. Tetapi yang cukup merosot adalah penerapan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan empiris. Secara fisik alam Bali sudah semakin merana. Demikian juga perilaku sosial sudah semakin muncul perilaku yang tidak sesuai dengan acuan nilai-nilai budaya Bali yang dijiwai oleh agama Hindu. Adat di Bali seyogianya menguatkan penerapan tattwa. Tetapi masih ada terpelihara adat-istiadat yang sesat merendahkan harkat dan martabat manusia Bali. Masih ada persaudaraan di Bali tanpa bersahabat. Bersaudara sesama umat pemeluk satu agama tetapi tidak bersahabat. Kalau ada perbedaan mereka pun bermusuhan habis-habisan. Ada yang diusir dari tempat pemukimannya di desa adat. Ada yang tidak boleh menguburkan jenazah keluarganya di kuburan desa. Ada pendeta yang dianggap tidak boleh setara dengan pendeta lainnya. Masih adanya terpelihara adat-istiadat yang sesat itu karena kealpaan dalam memahami nilai-nilai kebudayaan Bali yang adiluhung itu. Nilai-nilai kebudayaan Bali sering diabaikan dalam memelihara adat-istiadat. Pada hal filosofi harmoni Bali itu adalah membangun hidup rukun dan damai secara vertikal dan horizontal. Kerukunan dan kedamaian secara vertikal antargenerasi dibangun dengan konsep Catur Asrama. Hubungan vertikal antara Brahmacari, Grhastha, Wanaprasta dan Sanyasa akan membangun harmoni Bali secara vertikal antara generasi. Kalau tiap-tiap Asrama ini hidup mengikuti swadharma-nya maka akan terjadi harmoni Bali antargenerasi. Kalau hubungan antara-asrama ini terputus-putus maka harmoni Bali secara vertikal antargenerasi akan rusak. Generasi muda mengabaikan generasi tua, demikian selanjutnya. Kesinambungan kebudayaan pun akan putus. Oleh karena itu, membangun tegaknya harmoni Bali secara vertikal antargenerasi seyogianya berpegang pada ajaran Catur Asrama. Banjar di Bali anggotanya terdiri atas krama teruna-teruni yang identik dengan Brahmacari Asrama. Krama ngarep identik dengan Grhastha Asrama. Sedangkan krama lingsir identik dengan Wanaprastha Asrama. Sanyasin Asrama menurut Agastia Parwa tidak boleh lagi berorganisasi dalam masyarakat. Di pura balai banjar Tuhan dipuja sebagai Batara Penyarikan. Kata ''nharik'' artinya bertahap. Maksudnya Tuhan dipuja di pura balai banjar untuk memohon tuntunan agar tahapan-tahapan hidup berdasarkan asrama dapat berjalan dengan sebaik-baiknya. Harmoni Bali juga dibangun secara horizontal dengan dasar ajaran Catur Varna. Dengan ajaran Catur Varna Bali dapat dibangun kehidupan yang rukun dan damai secara horizontal antara profesi. Profesi manusia yang berbeda-beda itu sesungguhnya saling membutuhkan satu sama lainnya secara terpadu. Sayang di Bali ajaran Catur Varna ini terpeleset ke dalam lumpur kasta yang membeda-bedakan harkat dan martabat manusia berdasarkan keturunan. Meluruskan ajaran Catur Varna ini kembali pada konsepnya sudah demikian banyak menghabiskan energi manusia Bali. Kalau ajaran Catur Varna itu bisa ditegakkan kembali akan menjadi landasan pembangunan profesi yang bersinergi satu sama lainnya. Karena pembangunan profesi itu tidak saja membutuhkan profesi secara teknis, tetapi bagaimana para profesionalisme itu bisa membangun moral dan mental yang kuat. Dinamika para profesionalisme dalam persaingan bebas sekarang ini cukup berat tantangannya. Dengan ajaran Catur Varna dapat dibangun semangat hidup untuk memiliki suatu profesi yang kuat dan andal menghadapi persaingan global. Karena itu perlu dibangun suatu kerukunan terpadu antara para profesionalisme agar persaingan yang terjadi tidak untuk saling menjatuhkan. Persaingan itu harus saling memberi semangat untuk meningkatkan kualitas profesi masing-masing. Dengan memuja Tuhan sebagai pencipta Purusa dan Pradana umat Hindu di Bali seyogianya mengembangkan profesinya dalam berbagai bidang yang meliputi bidang sekala dan niskala. Bidang sekala yang menyangkut bidang-bidang fisik material dan bidang niskala adalah bidang yang menyangkut bidang-bidang nonfisik. Pembangunan manusia yang utuh adalah membina kehidupan fisik, moral dan mentalnya. Dalam kehidupan modern ini pembangunan bidang sekala dan niskala tersebut membutuhkan SDM yang profesional. Para profesionalisme harus bersinergi dengan setara horizontal sehingga tercipta harmoni Bali yang dinamis untuk menciptakan nilai-nilai material dan spiritual secara seimbang dan kontinu. Membangun manusia yang berkualitas membutuhkan adanya produktivitas yang seimbang dan kontinu antara aspek fisik material dan aspek mental spiritual. Dengan pemujaan Tuhan sebagai pencipta Purusa dan Pradana itu semua profesional memiliki landasan religiusitas yang kuat dalam mengembangkan profesinya. Hal ini akan dapat menciptakan persaingan yang sehat di dunia profesi. * wiana |