Ramalan - Cerita Sabdopalon Suatu hari dalam tahun 1478…… Sang Batara Surya yang memang semenjak pagi hari sudah senantiasa tertutup awan, hingga nampaknya sepanjang hari itu redup (timbreng. Red), kini hampir-hampir tak terasa sudah silam disebelah barat dan hari telah menjadi senja. Dikala itu, selagi suasana disana sini nampaknya turut berduka cita atas runtuhnya Kerajaan Majapahit, tiba-tiba diatas salah sebuah gunung diwilayah jawa timur, tidak jauh dari malang, kelihatan tiga orang manusia yang nampaknya amat payahl etih, bermuram durja, putus asa dan tak tentu kemana hendak dituju duduk beristirahat diatas batu besar untuk melepaskan lelahnya.. (rangkuman) Ternyata 3 orang yang di maksud adalah, Prabu Kertabumi atau Baginda Brawijaya V, sedang kedua lainya, yang disebut Noyogenggong dan Sabdopalon itu adalah kedua penggawa keraton (abdi. Red) yang setia dan tetap menghiringkan junjunganya yang waktu itu sedang buron. Kedua abdi ini sedang meghibur Junjungannya karena baru saja kerajaan majapahit rutuh dan direbut oleh musuh.. dimana Prabu Kertabumi kehlangan tahtanya.. Dan mereka mengatakan bahwa sudah merupakan nasib junjungannya, baik Dia sebagai Raja dan bagi raja-raja sebelumnya. dan juga sejarah setiap negra akan mengalami pasang surut kejayaan.singkat cerita Prabu Kertabumi tidak puas dengan keadaan dia yang sekarang menjadi buron.. maka kedua abdi memberikan masukan untuk menyusun kekuatan baru, untuk melawan kembali. (Kutipan) Namun Prabunya dengan patah hati mengatakan: “Mesti besar semangatku, namun usiaku sudah lanjut benar, lagi pula kemungkinan untuk dapat mengumpulkan para pahlawan yang gagah berani telah tidak ada…….” ” Ah.. jika demikian halnya, Gusti Prabu, nyatalah bahwa kekuatan keturunan Raden Wijaya atas kerajaan Majapahit telah tamatlah sudah. Pun tibala waktnya sudah bagi hamba untuk pulang kekayangan dan menjadi Raja di kerajaan Jin kembali……” tiba-tiba Sabdopalon campur bicara dan tidak lama kemudian ia telah menghilang.. Sang Prabu Kertabumi dan Noyogenggong tercengang-cengang, mereka menjadi lebih tercengang pula ketika mendenger suara sacopalon diatas angkasa yang mengatakan: ” Salamat tinggal. Gusti Prabu, hamba barangkat kembali ke Kerajaan Jin dikayangan, Besok lima ratus tahun setelah hari ini saja akan datang kembali di tanah Jawa untuk menyebarkan dan memperkembangkan agamaku Budi atau Buddha. Waktu itulah tibanya zaman Majapahit kedua atau zaman Majapahit yang penghabisan, yaitu zaman silamnya Perau Gabus dan mengambangnya Batu Hitam (hilangnya zaman feodal dimana tingkat manusia semaunya sama. Red). Sebelum waktu itu maka terlebih dulu Nusa Jawa akan diinjak Kerbo Bule (Kebo Putih) selama 44 windu. Larinya Kerbo Bule karena datanya Satrya Kuning Cebol Kepalang (pandak), yang akan melepaskan Kerbo Edan ini akan menyerang Kerbo Bule setelah dari jurusan timur nampak warna, merah menyinsing karena bangunya Satya Putih Kuning yang berdarah merah. Samapi disitulah Kerbo Bule pulang kandang. Besok timbul Ratu Kembar yang sama Bagusnya, Ratu Selawe yang sama berpengaruhnya. Susahnya orang jujur, gembiranya orang curang. Perselisihan faham makin menjadi-jadi, huru hara merajalela, bencana alam meradang. Gunung-gunung api meletus mengeluarkan lahar, bengawan-bengawan bergeser dan meluap begitu rupa. Bahaya Air dan api datang bersilih ganti. Angin taufan, tanah longsor, bahaya kelaparan dan wabah penyakit menjadi-jadi. Dalam perkembangan zaman yang sedemikian itu aku perintahakan anak cucuku, yaitu segenap manusia yang berada di nusa Jawa, supaya berlaku jujur, tenang, sabar takwakal, awas dan waspada. Karena kedatangku bakal bersamaan dengan datangnya Ratu Adil yang akan mengadili barang siapa yang melanggar perikemanusiaan, mengilas-gilas hukum negara, merampas hak milik orang lain, memeras, merampok, menggedor, memperkosa, makan suap, membunuh atau mematikan pencaharian hidup orang lain dan lain-lain perbuatan sewenang-wenang yang melanggar dan menentang kehendak kodratullah dan kehendak Sang Hyang Agung, Sadarlah siapa yang ingin sadar dan pencayalah siapa yang ingin percaya……………” suara Sabdopalon ini makin tinggi di angkasa dan bergema begitu rupa untuk sementara akan kemudian lenyap…………….. “Nyatalah Sabdopalon terlah sirna, kaki disinilah aku ingin memberi tanda (tenger. Red)” Sang Prabu segera memberi tanda diatas batu tadi. Setelah membuat tanda maka Prabu Kertabumi bersama Noyogenggong segera melanjutkan perjalannya yang makin jauh dan makin gelap. Dengan adanya tanda yang dibuat oleh Prabu Kertabumi tadi, maka gunung itu segera dikenal dengan nama Tenger (tanda), yang lambat laun menjadi Tengger.
|