Paropakaranam yesamjagarti hrdaye satamnasyanti vipadas tesamsampadah syuh pade pade(Canakya Nitisastra, XVII.15)
Maksudnya:
Dia yang senantiasa memikirkan untuk mengupayakan kepentingan dan kebahagiaan orang lain, segala kesulitan akan terhindari dan ia akan mendapatkan keberuntungan dalam setiap usahanya.HIDUP untuk mengabdi pada orang lain (para upakara) sesungguhnya bukanlah suatu pengorbanan yang sia-sia. Dalam mengabdi untuk memperjuangkan kepentingan demi kebahagiaan orang lain sesungguhnya kita membuka pintu untuk menerima karunia Tuhan.
Umat manusia diciptakan oleh Tuhan tidak semata-mata sebagai makhluk individu, tetapi sekaligus sebagai makhluk sosial. Artinya, manusia baru bisa hidup normal sebagai manusia jika hidup bersama dengan manusia lainnya dalam suatu masyarakat. Ini artinya, ciri-ciri kemanusiaan itu akan muncul jika manusia itu hidup bersama dengan sesamanya. Hidup bersama dengan sesama manusia dalam suatu masyarakat akan membahagiakan apabila dalam kebersamaan itu untuk saling mengabdi.
Hakikat manusia adalah sama dan berbeda. Memang tidak ada manusia yang persis sama dengan manusia lainnya. Dalam diri manusia ada perbedaan satu dengan yang lain. Perbedaan yang ada saling lengkap melengkapi dan ada yang saling bertentangan. Adanya anggota masyarakat miskin atau bodoh sesungguhnya sebagai media untuk mengamalkan ajaran agama. Memikirkan dan terus mengupayakan mereka yang miskin, bodoh, sakit dan sejenisnya untuk meningkatkan taraf hidupnya adalah suatu wujud pengamalan hidup beragama menurut pandangan agama Hindu.
Sloka Canakya Nitisastra yang dikutip di awal tulisan ini seyogyanya direnungkan lebih dalam bagi mereka yang bekerja dalam pelayanan publik. SDM yang bekerja dalam pelayanan publik seyogyanya mengecamkan dalam-dalam makna pelayanan kepada mereka yang menderita, seperti pelayanan di tempat-tempat pelayanan kesehatan. Mereka yang membutuhkan bantuan dalam urusan birokrasi sering mendapat berbagai kesulitan karena SDM di birokrasi itu tidak memiliki wawasan pelayan.
Di dalam birokrasi ada semacam pameo "sepanjang bisa dipersulit, mengapa dipermudah". Dalam hal inilah banyak masyarakat yang berurusan dengan birokrasi menjadi jengkel dan kecewa karena dipersulit oleh oknum yang masih banyak bercokol di birokrasi pemerintahan. Banyak pihak sampai frustrasi karena rumitnya urusan birokrasi pemerintahan. Apalagi yang menyangkut urusan keuangan, kepegawaian, izin-izin dll. Bahkan yang mau bayar pajak pun bisa dibuat bertele-tele melalui birokrasi.
Namun, dewasa ini memang sudah semakin disadari sehingga urusan birokrasi pelayanan puclik sedikit demi sedikit sudah ada yang berubah. Sudah ada SDM yang berpandangan bahwa melayani orang lain itu adalah suatu wujud pengamalan ajaran agama. Umat Hindu di India memiliki suatu kristal Subha Sita yaitu suatu kata-kata bijak yang dimunculkan dari ajaran Weda, Dharmasastra Itihasa dan Purana.
Salah satu isi Purana menurut keyakinan Hindu dinyatakan dalam Subha Sita sbb.: "Paropakarah punyaya papaya parapidana", artinya: siapa pun yang hidupnya untuk melayani orang lain (para upakara) akan mendapatkan punya, siapa pun yang menyakiti orang lain (para pidana) akan mendapatkan papa. Punya itu artinya kemuliaan, kebaikan atau kesejahteraan, sedangkan papa artinya kejahatan atau juga kesengsaraan.
Purana itu disebarkan kepada umat dengan tujuan memotivasi agar umat senantiasa melakukan pelayanan kepada sesama yang membutuhkan pelayanan. Pelayanan kepada sesama itu sebagai wujud pengamalan ajaran agama. Pengamalan agama bukan melakukan sembahyang dan upacara yadnya semata. Bekerja dalam pelayanan publik dengan sikap spiritual seperti yang diajarkan dalam sloka Canakya Nitisastra di atas memiliki nilai yang utama sebagai wujud pengamalan agama.
Dalam Rgveda X.117.3 ada juga dinyatakan bahwa "Dia yang tidak picik dengan kemurahan hati memberikan derma berupa harta (dana punya) maupun jasa kepada mereka yang sedang susah maupun miskin, mereka akan memperoleh harta dan jasa seandainya ada bencana yang menimpanya. Mereka juga akan memiliki banyak sahabat untuk membantu mereka dalam menghindari kesengsaraan.
SDM Hindu hendaknya meyakini makna sloka Canakya Nitisastra, Subha Sita Purana dan Mantra Rgveda itu, bahwa nilai bekerja dengan sikap melayani orang susah amat utama seperti melakukan sembahyang dan melangsungkan upacara yadnya. Sesungguhnya, substansi sembahyang dan melangsungkan upacara yadnya adalah untuk menanamkan nilai-nilai pelayanan ke dalam lubuk hati umat agar selanjutnya mereka hidup untuk saling melayani, tolong menolong dengan tulus ikhlas pada sesama.
Melakukan sembahyang, upacara yadnya, meditasi dan berbagai kegiatan beragama hendaknya dijadikan media untuk menguatkan motivasi umat untuk hidup melayani dan menolong pihak yang menderita dan butuh pertolongan. Dorongan untuk memotivasi umat membangun sikap pelayanan sebagai wujud pengamalan ajaran agama perlu ditanamkan kepada umat lewat media sembahyang, upacara yadnya maupun kegiatan keagamaan lainnya yang umumnya merupakan kegiatan formal. Sumber Bali Post